Trotoar di depan Pasar Bendungan Hilir tidak lagi menjadi jalur pejalan kaki yang nyaman. Area tersebut telah berubah menjadi lorong sempit yang penuh dengan berbagai hambatan, mengharuskan pejalan kaki berjalan dengan hati-hati, menundukkan kepala, dan terkadang turun ke badan jalan demi keselamatan.
Dari arah Teras Benhil menuju Jalan Jenderal Sudirman, jalur yang seharusnya memberikan ruang aman justru dipenuhi berbagai rintangan. Dari sisi Jalan Jenderal Sudirman, trotoar ini masih memungkinkan dua pejalan kaki berpapasan. Namun semakin jauh dilalui, lebar trotoar semakin menyempit hingga hanya cukup untuk satu orang saja.
Banyak Tiang dan Penghalang di Sepanjang Jalur
Ruang di trotoar tersebut tidak benar-benar bebas dari hambatan. Sekitar lima tiang berdiri di sepanjang jalur, dengan dua di antaranya tepat berada di tengah trotoar. Tiang lainnya berada di sisi, namun tetap mengurangi ruang untuk berjalan. Pada salah satu tiang, sebuah banner panjang terpasang yang hampir menutup seluruh jalur.

Belum cukup dengan keberadaan tiang, deretan cone parkir, kayu-kayu, dan tali rafia juga ikut memotong alur jalan. Pejalan kaki harus melangkahi tali, menghindari kayu, atau berhenti sejenak untuk memastikan langkah berikutnya aman.
Tidak sedikit pejalan kaki yang akhirnya memilih turun dari trotoar dan berjalan di jalur kendaraan, berbagi ruang dengan kendaraan yang lalu-lalang. Kondisi ini semakin rumit karena sisi trotoar juga sering digunakan sebagai area parkir mobil, yang semakin mempersempit ruang gerak pejalan kaki.

Kondisi Permukaan dan Kabel yang Mengganggu
Di atas kepala, kabel-kabel tampak semrawut dan menjuntai. Beberapa di antaranya menggantung rendah, dengan jarak yang tidak jauh dari kepala orang dewasa. Di bawah kaki, paving blok trotoar tidak sepenuhnya ramah. Permukaannya tidak rata, banyak yang bolong dan terlepas, memaksa pejalan kaki perlu menunduk memperhatikan pijakan.
Moko (30), salah satu pejalan kaki yang melintas, merasakan langsung kondisi tersebut. Usai berlari dari kawasan Benhil hingga Kebon Sirih, ia kembali menyusuri trotoar itu, jalur yang juga kerap ia gunakan sepulang kerja.
“Ya ini kan mana udah sempit ya di atas, terus ada tiang, ada dibatasin ini. Jadi aksesnya udah cuma buat satu orang aja, udah dibatasin ini, nyusahin pejalan kaki sih. Jadi mana yang di bawahnya buat parkiran mobil, mau ke yang seberang jalan juga takut keserempet gitu sih. Jadi minusnya di Benhil ini meskipun dekat Sudirman, tapi akses ke Benhilnya masih kurang diperhatiin sih pejalan kaki,” ujarnya saat ditemui di kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12).
Bagi Moko, kondisi itu bukan hal baru. “Sering sih, kalau yang dikasih kayu-kayu ini udah lama sih,” katanya saat ditanya apakah hambatan tersebut baru muncul atau sudah berlangsung lama.
Ia juga menegaskan keberadaan tiang di tengah trotoar itu juga bukan sesuatu yang baru. “Iya, ini udah dari lama,” tuturnya.

Harapan Pejalan kaki untuk Perbaikan
Sebagai pengguna rutin jalur tersebut, Moko menyimpan harapan yang sederhana.
“Ya mungkin untuk dinas terkait atau yang berwenang, mungkin bisa perhatiin lagi untuk hak pejalan kaki di Benhil ini. Karena ini dekat sekali untuk tempat perkantoran, jadi banyak pengguna pejalan kaki,” ujar Moko.
“Apalagi untuk orang-orang kantoran mau akses ke transportasi utama di Benhil, MRT maupun halte itu pasti lewat sini semua. Jadi kalau pejalan kaki mau pas hari rush hour itu, jam kerja, itu di sini sangat merepotkan sekali karena ada halangan seperti ini,” lanjutnya.
Ia menambahkan, hambatan di trotoar itu tidak hanya muncul saat hari libur, namun juga saat hari kerja.
“Iya, emang ini dipasangin kayak gini juga, dipasangin (setiap hari),” ujarnya.
Bahkan, menurutnya, area tersebut kerap digunakan sebagai parkiran mobil sepanjang hari. Kondisi ini membuat pejalan kaki berada dalam dilema.
“Dipakai parkiran mobil sampai depan sana,” ungkap Moko.
“Iya kadang juga bingung, mau ke atas sempit gini, mau di bawah takut keserempet juga,” keluhnya.

Keluhan serupa disampaikan Jean (19), pejalan kaki yang kerap melintas di kawasan itu saat akhir pekan. Ia tinggal tidak jauh dari Benhil dan sering berjalan kaki untuk menikmati suasana sekitar. Namun jalur trotoar justru membuatnya harus ekstra waspada.
“Banyak gangguannya sih, karena kayak kalau dari sana kan jalannya kecil, terus kehalang mobil juga kalau misalkan turun ke bawah. Habis itu harus lewatin, lompatin tali juga karena ada penghalangnya gitu. Terus jalannya juga kurang rapi, banyak bolong-bolongnya, terus tiang juga ngehalangin,” jelas Jean.
Menurut Jean, kondisi tersebut sudah berlangsung lama dan cenderung memburuk. Ia juga menyoroti kabel-kabel yang semakin banyak dan menggantung rendah.
“Emang selalu kayak gini. Udah lama, apalagi sekarang tuh kabelnya kayak makin banyak juga jadi makin ngegantung ke bawah gitulah,” katanya.
Tidak hanya itu, kondisi paving juga menambah rasa tidak nyaman bagi Jean. “Terus banyak kayak jalan yang lepas gitu loh batunya,” tutur Jean.
Sebagai pejalan kaki, harapan Jean juga sederhana, yakni hanya membutuhkan ruang yang aman dan layak.
“Ya kalau bisa tuh tiangnya sih dipindahin atau diubahlah. Setidaknya kabelnya juga mengganggu soalnya, kasihan buat pejalan kaki yang bawa-bawa barang habis dari pasar gitu,” tandasnya.
Di tengah hiruk-pikuk kawasan strategis yang dekat dengan perkantoran dan transportasi utama, trotoar Benhil seharusnya menjadi jalur aman bagi mereka yang berjalan kaki.
Namun deretan tiang, kabel menjuntai, parkir liar, dan permukaan jalan yang tidak rata membuat hak dasar itu kerap terabaikan, menjadikan setiap langkah bukan sekadar perjalanan, melainkan usaha menghindari rintangan.