Posted in

Ketika Huruf Menjadi Beban

Bagi sejumlah siswa kelas 1 SD di SDN 01 Panderejo, huruf tidak hanya berfungsi sebagai jendela pengetahuan, tetapi juga menjadi sumber kecemasan. Situasi ini muncul ketika sebagian teman sebaya sudah lancar membaca, sementara beberapa anak masih mengalami kesulitan dalam mengenali huruf dan merangkai suku kata.

Kondisi tersebut bukan sekadar persoalan akademik semata, melainkan juga menyangkut rasa percaya diri, kenyamanan belajar, serta kesiapan anak menghadapi dunia sekolah. Kemampuan membaca merupakan fondasi utama bagi keberhasilan pembelajaran siswa pada jenjang pendidikan dasar, khususnya di kelas 1 sekolah dasar yang berada dalam fase transisi—dari pembelajaran dengan gaya bermain menuju pembelajaran akademik.

Dampak Kesulitan Membaca pada Perkembangan Siswa

Membaca tidak hanya berperan sebagai keterampilan berbahasa, tetapi juga menjadi sarana utama untuk memahami berbagai mata pelajaran lainnya. Apabila pada tahap awal kemampuan membaca tidak berkembang secara optimal, siswa berpotensi mengalami kesulitan belajar yang berkelanjutan pada jenjang berikutnya.

Kasus rendahnya kemampuan membaca pada siswa kelas 1 SDN 01 Panderejo—sebagaimana dipaparkan dalam artikel Kompasiana karya Maulida (2024)—terjadi dalam konteks pembelajaran membaca awal yang melibatkan siswa kelas 1 sebagai subjek utama, guru sebagai pelaksana pembelajaran, dan lingkungan keluarga sebagai faktor pendukung atau penghambat literasi.

Permasalahan tampak ketika sebagian siswa belum mampu mengenali huruf, menggabungkan suku kata, dan membaca kata sederhana secara lancar, yang menunjukkan adanya kesenjangan kesiapan belajar siswa.

Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kurangnya stimulasi literasi sejak usia dini, perbedaan latar belakang sosial keluarga, dan minimnya pendampingan membaca di rumah.

Analisis Faktor Penyebab dan Solusi

Berdasarkan hal tersebut, kita dapat merumuskan beberapa permasalahan: bagaimana faktor psikologis, kognitif, dan lingkungan memengaruhi kemampuan membaca permulaan siswa, serta bagaimana solusi pembelajaran yang tepat dapat diterapkan.

Artikel ini akan menganalisis penyebab dan dampak kesulitan membaca serta merumuskan solusi berbasis teori belajar, dengan manfaat berupa pemberian kontribusi teoretis dan praktis bagi guru, orang tua, mahasiswa kependidikan, serta pemangku kebijakan dalam meningkatkan kualitas literasi awal siswa sekolah dasar.

Kesulitan membaca pada siswa kelas awal memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi psikologis anak. Siswa yang belum mampu membaca dengan baik sering kali merasa tertinggal dibandingkan teman sebayanya, terutama ketika pembelajaran di kelas mulai menuntut kemampuan membaca secara mandiri.

Situasi ini dapat menimbulkan rasa rendah diri, kecemasan saat diminta membaca di depan kelas, dan ketakutan untuk melakukan kesalahan. Dalam jangka panjang, tekanan psikologis tersebut dapat membentuk sikap negatif terhadap aktivitas belajar dan menurunkan kepercayaan diri siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

Selain berdampak pada aspek psikologis, kesulitan membaca juga berpengaruh terhadap capaian akademik siswa secara menyeluruh. Secara internal, faktor yang memengaruhi kemampuan membaca meliputi kesiapan kognitif, perkembangan bahasa, daya konsentrasi, dan kondisi emosional siswa.

Pendekatan Kurikulum Merdeka dalam Literasi

Anak yang belum matang secara kognitif atau memiliki keterbatasan kosakata membutuhkan pendekatan pembelajaran yang lebih intensif dan kontekstual. Sementara itu—secara eksternal—lingkungan keluarga, pola asuh orang tua, metode pembelajaran yang digunakan guru, ketersediaan media pembelajaran, serta budaya literasi di sekolah sangat menentukan keberhasilan membaca pada tahap awal.

Dalam perspektif Kurikulum Merdeka, kesulitan membaca tidak dipandang sebagai kegagalan siswa, tetapi sebagai dasar bagi guru untuk melakukan refleksi dan penyesuaian pembelajaran.

Kurikulum Merdeka menekankan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, menghargai perbedaan kemampuan, dan mendorong pelaksanaan asesmen diagnostik untuk memetakan kebutuhan belajar siswa sejak awal.

Melalui pembelajaran diferensiatif, guru dapat menyesuaikan strategi, metode, dan tempo pembelajaran agar setiap siswa memperoleh pengalaman belajar yang bermakna dalam lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan sosial-emosional.

Teori Belajar sebagai Landasan Solusi

Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi kesulitan membaca perlu dirancang secara sistematis berdasarkan landasan teori yang relevan, seperti behaviorisme, kognitif, sosiokultural, dan sosial kognitif. Teori Skinner menekankan bahwa latihan membaca dilakukan secara bertahap, mulai dari pengenalan huruf hingga kalimat sederhana, yang disertai penguatan positif untuk membentuk kebiasaan dan motivasi dalam membaca.

Teori kognitif Piaget menegaskan bahwa siswa kelas 1 berada pada operasional konkret, sehingga pembelajaran membaca perlu menggunakan media visual yang konkret serta aktivitas yang membuat siswa aktif dalam belajar dan konstektual.

Selain itu, terdapat juga teori sosiokultural Vygostky yang menyoroti pentingnya interaksi sosial melalui pemberian penguatan dalam zona perkembangan proksimal agar siswa mampu membaca secara mandiri. Teori sosial Bandura menekankan keteladanan membaca melalui observasi dan peniruan. Keberhasilan dalam peningkatan literasi awal sangat ditentukan oleh kolaborasi guru, orang tua, siswa, dan dukungan sekolah.

Kesulitan membaca pada siswa kelas 1 SDN 01 Panderejo menunjukkan bahwa literasi awal bukan hanya persoalan sepele, melainkan juga masalah multidimensional yang dipengaruhi oleh kesiapan psikologis, kognitif, dan dukungan keluarga dan sekolah. Kurikulum Merdeka memberi ruang strategis untuk menjawab tantangan ini melalui pembelajaran berpusat pada siswa, asesmen diagnostik, dan pendekatan diferensiatif.

Namun, kerangka kurikulum saja tidak cukup tanpa praktik pembelajaran berbasis teori yang kuat dan kolaborasi nyata antara guru, orang tua, serta pemangku kebijakan. Investasi serius pada kemampuan membaca tahap awal pada hari ini adalah penentu kualitas sumber daya manusia di masa depan karena literasi awal adalah pintu utama menuju keberhasilan belajar sepanjang hayat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *