Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta para kepala daerah untuk tidak menggelar perayaan pergantian tahun baru secara berlebihan. Permintaan ini disampaikan sebagai wujud solidaritas terhadap masyarakat di berbagai wilayah Indonesia yang saat ini sedang menghadapi musibah bencana alam.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa kondisi bangsa saat ini sedang mengalami ujian berat. Karena itu, seluruh unsur pemerintahan daerah diminta untuk meningkatkan kewaspadaan dan empati.
“Situasinya hari ini memang sedang tidak baik-baik saja bagi bangsa Indonesia. Banyak saudara-saudara kita sedang dihadapkan pada ujian yang sangat berat dan mungkin juga masih harus waspada dan siaga semuanya,” ujar Bima saat dihubungi, Minggu (21/12).
Solidaritas di Tengah Bencana
Bima menekankan bahwa saat ini masih banyak kepala daerah khususnya di daerah yang terdampak bencana sedang berjuang keras melakukan pemulihan dan distribusi logistik di lokasi bencana. Menurutnya, daerah-daerah yang tidak terdampak bisa turut membantu daerah yang terdampak bencana.
“Amatlah tidak bijak dan tidak tepat ya, apabila ada perayaan di tengah penderitaan. Sangatlah tidak pas apabila ada yang bersuka di tengah situasi duka,” tegasnya.
“Kami melihat bahwa pergantian tahun itu bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya mendoakan, merefleksi, dan bahkan juga menggalang solidaritas sosial dan menahan diri untuk tidak melakukan perayaan dengan cara-cara yang tidak berempati dan berlebihan,” sambungnya.
Instruksi Tambahan untuk Kepala Daerah
Selain permintaan terkait perayaan, mantan Wali Kota Bogor itu juga memberikan instruksi agar para kepala daerah tetap berada di wilayahnya masing-masing untuk mengantisipasi segala kemungkinan, serta melarang perjalanan ke luar negeri.
“Kami meminta agar seluruh kepala daerah tetap siaga di kotanya masing-masing, apalagi ke luar negeri, ya jangan. Jangan sampai nanti kemudian timbul masalah karena tidak berada di kotanya masing-masing,” ucapnya.
Dukungan dari Komisi II DPR
Hal serupa juga disampaikan dari Komisi II DPR yang membidangi salah satunya soal politik pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menyebut sebaiknya pemda menahan perayaan tahun baru yang berlebihan.
“Rasanya kita harus menghargai, menghormati kondisi itu dengan tidak berlebih-lebihan. Nah, saya rasa tahun baru untuk pemda-pemda lain tidak usahlah merayakan secara berlebihan,” kata Dede Yusuf saat dihubungi.
“Pemda bisa menggantinya dengan kegiatan seperti Pray for Sumatera, Pray for Aceh, atau apa pun juga yang bentuknya juga ya bisa saja seni dan budaya. Bisa juga hal-hal yang terkait dengan pengajian, tablig akbar,” imbuhnya.
Kewaspadaan Terhadap Bencana
Selain itu, mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu juga mengingatkan bahwa kerawanan bencana juga perlu terus diperhatikan oleh kepala-kepala daerah. Sebab, curah hujan yang tinggi masih diprediksi terus terjadi hingga awal tahun pada puncak musim penghujan.
“Prinsipnya saat ini curah hujan agak berlebihan. Karena itu, kita harus waspada, tingkatkan kewaspadaan. Ada yang namanya jalur-jalur air, jalur banjir, hindari. Jadi jangan ada kegiatan-kegiatan, baik pariwisata, yang berada di daerah jalur air atau jalur banjir dan semua pemerintah daerah harusnya tahu itu,” tutup dia.
Respons Daerah
Beberapa kepala daerah yang mengimbau perayaan tahun baru tidak dilakukan dengan selebrasi kembang api dan hiburan-hiburan yang berlebihan adalah Gubernur Jakarta Pramono Anung. Menurutnya, perayaan harus dilakukan tanpa menampilkan kemewahan yang berlebihan, mengingat bencana sedang melanda negeri.
“Kembang api menurut saya juga tidak perlu ada, jadi pakai drone saja cukup. Karena bagaimana pun Jakarta sebagai Ibu Kota negara akan dilihat negara-negara lain. Maka saya akan meminta tim khusus untuk menyiapkan itu,” kata Pramono di Ancol Barat, Jakarta Utara, Jumat (19/12).
Pramono menegaskan, konsep perayaan Tahun Baru yang tengah disiapkan Pemprov DKI mengedepankan kesederhanaan serta empati terhadap bencana yang terjadi di Aceh dan Sumatera.
“Jadi saya sudah memikirkan. Yang pertama, yang paling utama adalah tidak ada kemeriahan yang berlebihan atau yang bersifat mewah-mewah, saya enggak mau itu,” kata Pramono.
Selain Jakarta, Kota Denpasar Provinsi Bali juga mengambil kebijakan perayaan tahun baru tanpa kembang api dan konser musik. Hal itu berkenaan untuk menjaga rasa empati terhadap kondisi Indonesia yang tengah dilanda bencana.