Posted in

BMKG Ungkap Kemampuan Deteksi Bibit Siklon Tropis

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan penjelasan mengenai bibit siklon tropis, terutama menyusul terjadinya beberapa bencana hidrometeorologi.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menyatakan bahwa bibit siklon dapat terdeteksi sejak fase awal perkembangannya, namun tidak dapat diprediksi dalam skala waktu jangka panjang atau musiman.

“Jadi, terkait yang ditanyakan untuk bibit siklon tropis, ini kan iklim. Iklim itu prediksinya jangka panjang. Siklon tropis itu cukup pendek, diprediksi dalam waktu sampai sepekan. Namun, sejak pertumbuhannya, dia bisa dideteksi,” kata Guswanto menjawab pertanyaan jurnalis dalam konferensi pers Climate Outlook 2026 di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (23/12).

Tahapan Perkembangan Siklon Tropis

Guswanto menerangkan bahwa perkembangan siklon tropis berlangsung secara bertahap, mulai dari area bertekanan rendah hingga menjadi siklon tropis penuh. Seluruh proses tersebut dapat dipantau oleh BMKG.

“Misalkan mulai dari low pressure area, kemudian menjadi bibit siklon tropis, dan berkembang menjadi siklon tropis, itu bisa diketahui. Dan durasinya itu tidak lebih dari 10 hari, ya kurang dari 10 hari. Jadi tidak bisa diprediksi sampai musiman ataupun bahkan tahunan,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan perbedaan periode pertumbuhan siklon tropis di berbagai belahan bumi. Di belahan bumi utara, siklon tropis umumnya terjadi antara Juni hingga Desember, sementara di belahan bumi selatan berlangsung dari November hingga April.

“Kemudian periodesasi sendiri, siklon tropis itu pertumbuhannya ada dua belahan bumi, utara dan belahan bumi selatan. Belahan bumi utara itu memiliki periodesasi di bulan-bulan Juni hingga Desember, sedangkan belahan bumi selatan itu adalah di November, Desember hingga April. Jadi ada overlapping di dua bulan, yaitu November dan Desember,” kata Guswanto.

Penguatan Sistem Peringatan Dini

Sementara itu, Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengungkapkan bahwa BMKG sedang mempersiapkan penguatan sistem peringatan dini untuk tahun 2026 dengan pendekatan berbasis dampak, sebagai pembelajaran dari beberapa kejadian bencana sebelumnya.

“Jadi kita belajar dari beberapa pengalaman di beberapa tahun terakhir. Di tahun 2026 ini, BMKG bekerja sama dengan BNPB, Kementerian PU, dan juga dengan dari Kementerian ESDM, kita sedang mengembangkan Impact Based Forecasting (IBF),” kata Faisal.

Melalui sistem tersebut, informasi cuaca tidak hanya mencakup intensitas hujan, tetapi juga potensi dampak yang mungkin terjadi di suatu wilayah.

“Jadi ketika BMKG memberikan informasi mengenai hujan, itu akan terjadi di daerah mana, intensitasnya apakah sedang, lebat, atau sangat lebat,” ujar Faisal.

“Itu kemudian kita bisa menganalisis dampaknya apakah ada potensi longsor, apakah ada potensi banjir yang terjadi di daerah yang akan mengalami hujan tersebut,” lanjutnya.

Faisal menambahkan bahwa prakiraan cuaca dari BMKG akan digabungkan dengan peta kerentanan wilayah untuk menghasilkan peringatan dini yang lebih spesifik.

“Jadi nanti prakiraan dari meteorologi BMKG itu akan di-overlay-kan dengan kondisi kerentanan di daerah yang akan menerima hujan tersebut. Ini kita sedang mengembangkan Impact Based Forecasting,” kata Faisal.

Menurutnya, BMKG sebenarnya telah memiliki kemampuan prakiraan cuaca dengan tingkat akurasi tinggi hingga tujuh hari ke depan. Namun, penguatan peta kerentanan masih menjadi pekerjaan rumah sebelum sistem tersebut dapat diterapkan sepenuhnya.

“Sebenarnya sudah siap, tapi ada banyak hal yang perlu kita perkuat terutama untuk menyiapkan peta kerentanannya. Karena BMKG sendiri sudah mampu memberikan akurasi prakiraan yang sangat tinggi ya, paling tidak hingga 3 hari sampai 7 hari ke depan,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *