Posted in

Dokter Ungkap Kondisi Nadiem: Sempat Pendarahan, Butuh Pemulihan 21 Hari Pascaoperasi

Nadiem Makarim masih dalam masa pemulihan setelah menjalani operasi. Sidang pembacaan dakwaan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek terpaksa ditunda hingga awal Januari 2026.

Muhammad Yahya Sobirin, dokter dari Kejaksaan Agung, mengungkapkan kondisi kesehatan Nadiem. Dokter yang bertugas di Rutan Kejagung tersebut pertama kali memeriksa mantan Mendikbudristek itu saat berada dalam tahanan.

“Waktu itu pasien mengalami sakit, jadi saya melakukan pemeriksaan pertama kali kepada beliau,” kata Yahya Sobirin dalam keterangannya di persidangan Pengadilan Tipikor Jakarta pada Selasa (23/12).

Proses Perawatan dan Penundaan Sidang

“Kemudian saya membuat surat rekomendasi untuk dibawakan ke rumah sakit karena terjadi pendarahan pada tanggal 9 Desember 2025,” lanjutnya.

Tidak dijelaskan kapan operasi dilakukan maupun jenis penyakit yang diderita Nadiem. Hanya disebutkan bahwa mantan Mendikbudristek tersebut memerlukan waktu pemulihan sekitar tiga pekan.

“Pascaoperasi pas 21 hari,” ucap Yahya Sobirin.

Nadiem seharusnya menjalani sidang perdana kasus korupsi pada 16 Desember 2025. Namun, karena baru selesai operasi dan masih dalam masa pemulihan, sidang ditunda hingga 23 Desember 2025.

Meski demikian, Nadiem disebutkan masih dalam proses pemulihan. Akibatnya, sidang kembali ditunda hingga 5 Januari 2026.

“Kita berikan kesempatan untuk menjalani masa perawatan selama 21 hari dan akan dibuka kembali persidangan di hari Senin tanggal 5 Januari 2026,” kata Ketua Majelis Hakim, Purwanto S. Abdullah.

“Kita berharap semoga terdakwa bisa sehat dan bisa menjalani persidangan,” tambahnya.

Latar Belakang Kasus Korupsi Chromebook

Nadiem merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi berupa Chromebook serta Chrome Device Management (CDM) periode tahun 2019-2022.

Ia dijerat sebagai terdakwa bersama dengan mantan konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; Direktur SD Kemendikbudristek 2020-2021, Sri Wahyuningsih; dan mantan Direktur SMP Kemendikbudristek, Mulyatsyah.

Sementara itu, satu tersangka lain yang juga dijerat yakni mantan stafsus Nadiem, Jurist Tan, masih dalam tahap penyidikan dan berstatus daftar pencarian orang (DPO).

Dalam kasus ini, Nadiem dan kawan-kawan diduga melakukan korupsi yang dimulai sejak proses penyusunan kajian teknis dan pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbudristek.

“Hasil penyidikan mengungkap bahwa saudara Nadiem Anwar Makarim diduga memerintahkan perubahan hasil kajian tim teknis,” ucap Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, dalam jumpa pers di Kejagung, Senin (8/12) lalu.

Mekanisme Dugaan Korupsi

Dia memaparkan, awalnya tim teknis telah melaporkan atau menyampaikan ke Nadiem selaku Mendikbudristek bahwa spesifikasi teknis pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu.

Namun, Nadiem diduga memerintahkan agar kajian tersebut untuk diubah.

“Diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan Chrome OS, sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook,” ucap Riono.

Dia menjelaskan, pada tahun 2018, Kemendikbud pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome. Namun penerapannya dinilai gagal.

“Pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai dengan 2022 tanpa dasar teknis yang objektif,” kata Riono.

“Tindakan tersebut bukan hanya mengarahkan proses pengadaan kepada produk tertentu, tetapi juga telah secara melawan hukum menguntungkan berbagai pihak, baik di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi maupun penyedia barang dan jasa,” sambungnya.

Kerugian Negara dan Klarifikasi Pengacara

Dengan demikian, lanjut Riono, terdapat dugaan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum. Termasuk adanya penerimaan uang oleh pejabat negara.

Dia menyebutkan, dari hasil perhitungan kerugian negara, diperoleh angka yaitu kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1.567.888.662.719,74 dan pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621.387.678.730.

“Sehingga total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun,” ujarnya.

Adapun untuk tiga terdakwa lainnya, perkaranya disidangkan secara terpisah dari Nadiem Makarim. Dalam dakwaan itu, terungkap bahwa Nadiem diduga menerima untung Rp 809 miliar dari pengadaan Chromebook.

Akan tetapi, pengacara Nadiem mengklarifikasi bahwa uang tersebut merupakan bentuk aksi korporasi yang dilakukan oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) ke PT Gojek Indonesia pada tahun 2021 dalam rangka menjelang melantai di bursa saham atau IPO.

Pengacara menegaskan bahwa aksi korporasi tersebut tak ada kaitannya dengan Nadiem meski kliennya sempat berkiprah di perusahaan tersebut sebelum menjabat sebagai menteri.

Pengacara juga menyebut bahwa aksi korporasi itu pun tak ada hubungannya dengan kebijakan hingga proses pengadaan di Kemendikbudristek.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *