Posted in

Eks Dirjen Kemendikbudristek: Pengadaan Chromebook Gagal, Tak Bisa di Daerah 3T

Mantan Plt Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek, Hamid Muhammad, mengungkapkan bahwa pengadaan Chromebook pernah dilaksanakan di Kemendikbudristek. Namun, berdasarkan hasil kajian, pengadaan Chromebook itu justru mengalami kegagalan lantaran tak bisa digunakan di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T).

Kegagalan di Sidang Korupsi

Hal itu disampaikan Hamid saat menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan Chromebook dengan terdakwa eks Direktur SD Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih dan mantan Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/12).

“Yang Saudara ketahui apakah pernah di tahun sebelumnya pengadaan Chromebook itu pernah dilaksanakan di Kementerian Pendidikan tepatnya di Pustekkom?” tanya jaksa dalam persidangan.

“Saya tahu dari hasil laporan kajian,” jawab Hamid.

“Saudara tahu karena mendapatkan laporan dari kajian? Dari laporan itu apa yang Saudara ketahui? Apakah mengalami keberhasilan ataukah mengalami seperti apa?” tanya jaksa.

“Hasil kajian dinyatakan itu gagal karena, dan tidak bisa dilaksanakan di daerah 3T,” terang Hamid.

“Tidak bisa dilaksanakan di daerah 3T, mengalami kegagalan?” cecar jaksa.

“Iya,” timpal Hamid.

Masalah Infrastruktur dan Kompatibilitas

Menurut Hamid, kegagalan itu lantaran infrastruktur di daerah 3T yang tidak mendukung.

“Konkretnya kegagalan itu apakah tidak bisa dilaksanakan untuk proses belajar mengajar, untuk UNBK, barangnya tidak bisa dipakai karena tidak bisa di-install lah atau tidak bisa diapa, gitu? Seperti itu?” tanya jaksa.

“Iya, betul. Jadi kegagalannya itu karena satu, Chromebook itu tidak bisa jalan tanpa jaringan internet dan listrik,” jawab Hamid.

“Tanpa ada internet dan listrik, seperti itu?” tanya jaksa.

“Kemudian yang kedua, aplikasi yang dibangun berbasis Windows itu tidak bisa digunakan di Chromebook,” jawab Hamid.

Hamid menekankan, bahwa sistem operasi yang sebelumnya digunakan dalam mendukung pembelajaran di lingkungan pendidikan yakni sistem operasi berbasis Windows.

“Apakah sebelumnya Windows itu digunakan di Kementerian? Artinya familiar walaupun daerah-daerah terpencil apa-apa bisa digunakan?” tanya jaksa.

“Jadi semua pengadaan alat TIK, baik untuk daerah apa 3T maupun yang non daerah 3T itu pengadaannya berbasis Windows,” jawab Hamid.

Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook

Dalam kasusnya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim; mantan konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; dan mantan stafsus Mendikbudristek, Jurist Tan.

Adapun nama terakhir masih dalam penyidikan dan masih dalam upaya pencarian oleh Kejagung.

Jaksa mengatakan para terdakwa secara bersama-sama disebut melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022.

Namun, hal itu dilakukan tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan.

“Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih, bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias Ibam, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat review kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan,” tutur jaksa saat membacakan surat dakwaannya, Selasa (16/12) lalu.

“Yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan),” papar jaksa.

Prosedur Pengadaan yang Bermasalah

Jaksa menyebut, Sri Wahyuningsih dkk kemudian menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 tanpa dilengkapi survei dengan data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook tersebut.

Adapun hal itu juga dijadikan acuan oleh Sri Wahyuningsih dkk dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan 2022.

“Terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Mulyatsyah, dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga,” ungkap jaksa.

Lewat pengadaan tersebut, laptop Chromebook justru tidak bisa digunakan secara optimal di daerah 3T karena pengoperasiannya yang membutuhkan jaringan internet. Sementara itu, jaringan internet sulit didapat di daerah 3T.

Kerugian Negara Rp 2,18 Triliun

Perbuatan Sri Wahyuningsih dkk itu disebut merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,18 triliun.

Jaksa mengungkapkan, bahwa hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,18 triliun tersebut berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp1.567.888.662.716,74 dan pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD 44.054.426 atau setara sekitar Rp621.387.678.730.

“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 04 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” kata jaksa.

“Dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada Program Digitalisasi Pendidikan pada Kemendikbudristek RI Tahun 2019 sampai dengan 2022 sebesar USD 44.054.426 atau setidak-tidaknya sebesar Rp621.387.678.730,” jelas jaksa.

Akibat perbuatan itu, terdapat sejumlah pihak yang turut diperkaya lewat pengadaan tersebut, yaitu:

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *