Posted in

Saksi Akui Ada Arahan Nadiem Meski Pengadaan Chromebook Pernah Gagal: ‘Go Ahead’

Eks Dirjen PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek, Hamid Muhammad, mengungkapkan bahwa mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, tetap bersikeras melanjutkan pengadaan laptop Chromebook meskipun proyek serupa sebelumnya mengalami kegagalan.

Hamid mengakui adanya instruksi dari Nadiem yang menyatakan ‘go ahead with Chromebook’ dalam sebuah rapat yang digelar secara tertutup dan rahasia.

Pernyataan tersebut disampaikan Hamid saat menjadi saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan Chromebook dengan terdakwa eks Direktur SD Kemendikbudristek Sri Wahyuningsih dan mantan Direktur SMP Kemendikbudristek Mulyatsyah, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (23/12).

Uji Coba Chromebook Gagal Tahun 2018

Hamid menjelaskan bahwa uji coba Chromebook pada masa sebelumnya tidak berhasil karena keterbatasan jaringan listrik dan internet, serta ketidakcocokan dengan aplikasi pendidikan yang sudah ada.

“Dalam rapat-rapat itu sudah disampaikan itu masalah itu,” ujar Hamid dalam persidangan.

“Sebenarnya dalam rapat-rapat itu sudah pernah disampaikan?” tanya jaksa.

“Iya,” timpal Hamid.

“Kepada siapa waktu itu?” tanya jaksa.

“Ya kan di situ kan ada tim dari Pusdatin. Tim Pusdatin menyampaikan bahwa tahun 2018 itu itu sudah ada semacam uji coba Chromebook di lapangan dan itu enggak bisa,” ucap Hamid.

“Gagal?” tanya jaksa.

“Gagal karena ya itu, tidak ada jaringan, jaringan listrik atau internet. Yang kedua, aplikasi existing itu enggak bisa dipakai,” imbuh Hamid.

Rapat Tertutup 6 Mei 2020

Jaksa kemudian menanyakan kepada Hamid terkait rapat yang digelar oleh Nadiem pada 6 Mei 2020. Hamid dikonfirmasi mengenai apakah kegagalan pengadaan Chromebook pada periode sebelumnya juga turut dibahas dalam rapat tersebut.

Namun, menurut Hamid, saat itu rapat berlangsung secara tertutup dan rahasia. Bahkan, lanjut dia, tidak ada sesi tanya jawab.

Adapun rapat itu diikuti oleh Nadiem, Jurist Tan, Fiona Handayani, Ibrahim Arief alias Ibam, Anindito Aditomo, Hamid Muhammad, dan Totok Suprayitno.

“Apakah kemudian kondisi ini di tanggal 6 itu dari Puslitbang itu pernah mengikuti rapat dengan Pak Menteri? Rapat tertutup yang kata Saudara rapat itu tertutup, hanya boleh pakai headset di ruang tertentu, yang tidak boleh ada orang lain yang diikuti, dan menggunakan ID dari menteri, betul ya? ID dari menteri, ya?” tanya jaksa.

“Iya,” jawab Hamid.

“Apakah dari Bapelitbang menyampaikan kepada menteri bahwa kita pernah mengadakan pengadaan laptop atau Chromebook di tahun 2018 dan gagal?” tanya jaksa.

“Tidak ada tanya jawab di situ, Pak,” jawab Hamid.

Arahan Nadiem Tetap Lanjutkan Pengadaan

Hamid pun mengakui bahwa dalam rapat itu, Nadiem memberikan arahan untuk tetap melakukan pengadaan Chromebook.

“Jadi langsung aja menteri yang punya otoritas sebagai menteri memerintahkan, ‘go ahead, go ahead with Chromebook’?” tanya jaksa.

“Nah, di sebelum-sebelum rapat itu, disampaikan enggak kepada Fiona Handayani, kepada Jurist Tan, bahwa kita pernah gagal ini?” cecar jaksa.

“Ya semuanya mendengar sih penjelasan dari itu,” jawab Hamid.

Lebih lanjut, Hamid juga mengakui informasi bahwa terkait kegagalan pengadaan Chromebook sebelumnya juga sudah didengar oleh sejumlah pihak yang hadir dalam rapat tersebut. Akan tetapi, kata dia, peringatan tersebut tidak diindahkan.

“Jadi sudah disampaikan tentang kondisi-kondisi pengadaan Chromebook di tahun 2018 tapi tidak diindahkan?” tanya jaksa.

Dugaan Korupsi Pengadaan Chromebook

Dalam kasusnya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah didakwa melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim; mantan konsultan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief; dan mantan stafsus Mendikbudristek, Jurist Tan.

Adapun nama terakhir masih dalam penyidikan dan masih dalam upaya pencarian oleh Kejagung.

Jaksa mengatakan para terdakwa secara bersama-sama disebut melaksanakan pengadaan sarana pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi berupa laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022.

Namun, hal itu dilakukan tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan.

“Bahwa terdakwa Sri Wahyuningsih, bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Ibrahim Arief alias Ibam, Mulyatsyah, dan Jurist Tan membuat review kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada program digitalisasi pendidikan,” tutur jaksa saat membacakan surat dakwaannya, Selasa (16/12) lalu.

“Yang mengarah pada laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome (Chrome OS) dan Chrome Device Management (CDM) tidak berdasarkan identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sehingga mengalami kegagalan khususnya di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan),” papar jaksa.

Kerugian Negara Rp 2,18 Triliun

Jaksa menyebut, Sri Wahyuningsih dkk kemudian menyusun harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2020 tanpa dilengkapi survei dengan data pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan dalam penganggaran pengadaan laptop Chromebook tersebut.

Adapun hal itu juga dijadikan acuan oleh Sri Wahyuningsih dkk dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran pada tahun 2021 dan 2022.

“Terdakwa Sri Wahyuningsih bersama-sama dengan Nadiem Anwar Makarim, Mulyatsyah, dan Jurist Tan melakukan pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan tahun 2022 tanpa melalui evaluasi harga melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan tidak didukung dengan referensi harga,” ungkap jaksa.

Lewat pengadaan tersebut, laptop Chromebook justru tidak bisa digunakan secara optimal di daerah 3T karena pengoperasiannya yang membutuhkan jaringan internet. Sementara itu, jaringan internet sulit didapat di daerah 3T.

Perbuatan Sri Wahyuningsih dkk itu disebut merugikan keuangan negara mencapai Rp 2,18 triliun.

Jaksa mengungkapkan, bahwa hasil perhitungan kerugian negara Rp 2,18 triliun tersebut berasal dari angka kemahalan harga Chromebook sebesar Rp1.567.888.662.716,74 dan pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar USD 44.054.426 atau setara sekitar Rp621.387.678.730.

“Yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1.567.888.662.716,74 berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Tahun 2019 sampai dengan 2022 Nomor PE.03.03/SR/SP-920/D6/02/2025 tanggal 04 November 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia,” kata jaksa.

“Dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan Chrome Device Management yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat pada Program Digitalisasi Pendidikan pada Kemendikbudristek RI Tahun 2019 sampai dengan 2022 sebesar USD 44.054.426 atau setidak-tidaknya sebesar Rp621.387.678.730,” jelas jaksa.

Akibat perbuatan itu, terdapat sejumlah pihak yang turut diperkaya lewat pengadaan tersebut.

Atas perbuatannya, para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *