Banjir besar yang melanda beberapa wilayah Sumatera pada akhir November 2025, mencakup Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, tidak hanya berdampak pada kehidupan masyarakat. Di balik genangan air dan kerusakan infrastruktur, terdapat efek lain yang sering terabaikan: gangguan terhadap habitat satwa liar, termasuk beruang madu di hutan Sumatera.
Curah hujan dengan intensitas tinggi menyebabkan banyak sungai meluap. Air masuk ke permukiman, lahan pertanian, hingga kawasan hutan yang selama ini menjadi tempat tinggal satwa liar.
Dampak Banjir pada Ekosistem Hutan
Banjir di kawasan hutan bukan sekadar air yang datang lalu pergi. Air membawa lumpur, merusak tanah, dan mematikan tumbuhan kecil yang penting bagi ekosistem. Pohon-pohon muda dapat tumbang, sementara sumber makanan satwa ikut berkurang.
Di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, hutan memiliki peran penting sebagai penyerap air hujan. Namun ketika hujan ekstrem datang terus-menerus, hutan yang sudah tertekan oleh aktivitas manusia menjadi semakin rentan.
Akibatnya, bukan hanya manusia yang terdampak, tetapi juga satwa liar yang sepenuhnya bergantung pada hutan.
Peran Beruang Madu dalam Ekosistem
Beruang madu merupakan beruang terkecil di dunia, namun perannya di hutan sangat signifikan. Mereka membantu menyebarkan biji tanaman dan menjaga keseimbangan ekosistem. Untuk bertahan hidup, beruang madu mengandalkan buah-buahan, madu hutan, dan serangga.
Saat banjir melanda, akses beruang madu terhadap makanan dan tempat berlindung menjadi terbatas. Genangan air dan longsor memaksa mereka berpindah dari wilayah jelajah alaminya.
Dalam kondisi seperti ini, beruang madu berada dalam situasi sulit: tetap bertahan di hutan yang rusak, atau keluar mencari tempat yang lebih aman.
Risiko Konflik dengan Manusia
Ketika beruang madu keluar dari hutan, risiko konflik dengan manusia meningkat. Mereka dapat masuk ke kebun, ladang, atau area dekat permukiman untuk mencari makanan.
Di saat yang sama, warga yang terdampak banjir sedang berusaha memulihkan kondisi ekonomi dan kehidupan sehari-hari. Pertemuan tak terduga dengan satwa liar bisa memicu kepanikan, kerugian, bahkan membahayakan kedua belah pihak.
Tanpa penanganan yang tepat, konflik manusia dan satwa liar dapat berujung pada cedera atau kematian satwa.
Ancaman Jangka Panjang bagi Beruang Madu
Banjir besar yang terjadi berulang kali berpotensi mempercepat kerusakan habitat beruang madu. Hutan membutuhkan waktu lama untuk pulih, sementara tekanan dari aktivitas manusia sering kali justru meningkat setelah bencana.
Bagi beruang madu, ini berarti ruang hidup yang semakin sempit. Padahal, spesies ini sudah lebih dulu terancam oleh deforestasi dan perburuan ilegal.
Jika kondisi ini terus berlanjut, kelangsungan hidup beruang madu di Sumatera bisa semakin terancam.
Banjir di Sumatera pada November 2025 menjadi pengingat bahwa kondisi hutan dan risiko bencana saling berkaitan. Hutan yang sehat membantu menahan air hujan, mengurangi banjir, dan tetap menjadi rumah aman bagi satwa liar.
Menjaga hutan bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga soal keberlanjutan hidup manusia dan satwa di Sumatera.