Pasangan terdakwa, Kustini Sri Purnomo, bersama dengan anak pertama mereka, Aviandi Okta Maulana, hadir menyaksikan jalannya persidangan. Dalam dakwaan yang dibacakan, jaksa menguraikan dugaan penyimpangan kebijakan, pengelolaan anggaran, hingga struktur pemerintahan daerah yang diklaim diarahkan untuk mendukung kepentingan Pilkada Sleman 2020.
Berikut lima poin penting yang terungkap dalam persidangan pertama tersebut:
1. Jaksa Menyatakan Dana Hibah Pariwisata Disediakan untuk Mendukung Pemenangan Pilkada

Jaksa mengungkapkan bahwa dana hibah pariwisata tidak hanya dimaksudkan sebagai program pemulihan sektor pariwisata pasca pandemi Covid-19. Menurut penuntut umum, dana yang berasal dari pemerintah pusat tersebut justru dilihat sebagai kesempatan politik menjelang Pilkada Sleman 2020.
Maksud tersebut, menurut jaksa, disampaikan langsung oleh Sri Purnomo kepada elit partai politik yang mendukung pasangan calon nomor urut 3, yaitu istrinya sendiri, Kustini Sri Purnomo. Dalam dakwaan, jaksa mengutip pernyataan Sri Purnomo kepada Ketua DPC PDI Perjuangan Sleman saat itu, Koeswanto:
“Ini ada dana dari kementerian pariwisata pusat yang nganggur, bisa digunakan untuk pemenangan.”
Setelah persidangan, Kustini tidak bersedia memberikan tanggapan ketika namanya disebut dalam dakwaan. Sementara itu, Koeswanto menyangkal penggunaan dana tersebut untuk tujuan pemenangan Pilkada.
“Bukan untuk pemenangan Kustini-Danang, untuk membantu rintisan desa wisata tapi waktu itu pas kampanye Pilkada,” kata Koeswanto saat dihubungi Pandangan Jogja, Kamis (18/12).
2. Kebijakan Daerah Diklaim Menyimpang dari Petunjuk Teknis Pemerintah Pusat

Dalam penjelasan dakwaan, jaksa menerangkan bahwa penggunaan dana hibah pariwisata telah diatur secara detail oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Menurut penuntut umum, petunjuk teknis tersebut tidak memberikan ruang untuk pemberian hibah langsung kepada kelompok masyarakat di sektor pariwisata.
Namun, Sri Purnomo dikatakan menerbitkan Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020 yang mengalokasikan 30 persen dana hibah untuk kelompok masyarakat.
“Bahwa ketentuan mengenai peruntukan hibah pariwisata dalam Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020 bertentangan dengan Petunjuk Teknis Hibah Pariwisata dalam Keputusan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI / Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor : KM/704/PL.07.02/M-K/2020 yang secara limitatif telah menentukan alokasi/peruntukkan hibah pariwisata, dan tidak ada alokasi/peruntukan penggunaan hibah pariwisata untuk Kelompok Masyarakat di sektor pariwisata sebagaimana dalam Peraturan Bupati Sleman Nomor 49 Tahun 2020,” kata JPU.
3. Aparatur Dinas Pariwisata Dilarang Melakukan Sosialisasi Secara Resmi

Jaksa juga memaparkan dugaan upaya pengendalian alur informasi terkait program hibah pariwisata. Aparatur Dinas Pariwisata Sleman dikatakan tidak diberikan kesempatan untuk melakukan sosialisasi secara terbuka kepada desa wisata atau pelaku pariwisata.
Menurut penuntut umum, perintah tersebut datang langsung dari terdakwa agar sosialisasi dilakukan oleh jaringan di luar struktur pemerintahan. Dalam dakwaan, jaksa mengutip instruksi Sri Purnomo kepada aparatur Dinas Pariwisata:
“Tidak melakukan sosialisasi/mengumumkan kegiatan hibah pariwisata tahun 2020 kepada Desa Wisata karena sosialisasi tentang hibah pariwisata akan dilakukan oleh ‘anak-anak’.”
4. Anak Terdakwa Diklaim Aktif Mengatur Proposal dan Memberikan Tekanan kepada Aparatur
Jaksa menyebutkan bahwa anak Sri Purnomo, Raudi Akmal, yang juga merupakan anggota DPRD Sleman, turut terlibat. Dalam dakwaan, Raudi Akmal dikatakan mengarahkan pengumpulan proposal hibah, memberikan tanda khusus pada proposal titipan, serta memberikan tekanan kepada aparatur agar mengikuti mekanisme yang telah ditetapkan.
Jaksa mengutip pernyataan Raudi Akmal kepada pejabat Dinas Pariwisata Sleman: “Bapak minta jangan disosialisasikan ke Desa Wisata, kalau Ibu tidak percaya kita ketemu Bapak sekarang.”
Pandangan Jogja telah berusaha mengonfirmasi hal tersebut kepada Raudi Akmal, namun hingga saat ini belum mendapatkan tanggapan.
5. Penyaluran Dana Rp17,2 Miliar Diklaim Menyebabkan Kerugian Negara Hampir Rp11 Miliar
Jaksa menyatakan bahwa akibat kebijakan dan tindakan tersebut, dana hibah pariwisata disalurkan tidak sesuai dengan peruntukannya. Dari total dana hibah pariwisata Sleman, sebesar Rp 17,2 miliar dialokasikan kepada kelompok masyarakat sektor pariwisata yang ditetapkan melalui keputusan bupati.
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY, penyaluran tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 10,9 miliar.
“Bahwa perbuatan terdakwa Sri Purnomo selaku Bupati Sleman (pada waktu itu) bersama-sama dengan saksi Raudi Akmal telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 10.952.457.030,00,” kata jaksa.
Tindakan tersebut dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Pengajuan Eksepsi Direncanakan untuk Pekan Depan

Setelah pembacaan dakwaan, Sri Purnomo menyatakan keberatan dan berencana mengajukan eksepsi atau nota keberatan pada sidang berikutnya, Selasa (23/12).
“Kami tidak ingin berkomentar terlebih dahulu (terhadap poin-poin dakwaan jaksa),” kata penasihat hukum Sri Purnomo, Rizal, yang ditemui di area Pengadilan Tipikor Yogyakarta.
Rizal menegaskan bahwa tidak ada aliran dana hibah yang masuk ke rekening pribadi kliennya.
“Yang ingin kami tegaskan bahwa tidak ada satu rupiah pun dari dana hibah itu mengalir ke rekening pribadi klien kami. Tidak ada tindakan pengayaan diri yang dilakukan oleh klien kami dan juga tidak ada penambahan aset secara pribadi terhadap klien kami,” kata Rizal.
“Persidangan merupakan ruang terbaik untuk menggali kebenaran materil atau fakta-fakta berdasarkan pada keadilan dan objektif,” tambahnya.