Posted in

Otonomi Daerah di Ujung Jalan: Refleksi dan Agenda Pembaruan Desentralisasi

Lebih dari dua dekade pasca Reformasi 1998, otonomi daerah telah menjadi salah satu fondasi utama dalam penyelenggaraan negara Indonesia. Desentralisasi diharapkan dapat mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat, mengurangi kesenjangan antarwilayah, memperkuat demokrasi lokal, serta mendorong pembangunan yang lebih adil dan responsif terhadap kebutuhan daerah. Namun, memasuki tahun 2025, muncul pertanyaan mendasar: apakah otonomi daerah masih berada pada jalur yang tepat, atau justru sedang berada di ujung jalan?

Pertanyaan ini muncul dengan alasan yang kuat. Berbagai dinamika kebijakan, tekanan fiskal nasional, serta masalah tata kelola di tingkat daerah menunjukkan bahwa otonomi daerah sedang menghadapi fase kritis yang membutuhkan refleksi serius dan pembaruan kebijakan yang terarah.

Refleksi Kritis atas Implementasi Otonomi Daerah

Secara objektif, otonomi daerah telah menghasilkan sejumlah pencapaian penting. Demokrasi lokal berkembang melalui pemilihan kepala daerah, inovasi pelayanan publik tumbuh di berbagai daerah, dan sejumlah wilayah mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Namun, pencapaian tersebut berjalan tidak merata dan dibayangi oleh persoalan struktural yang belum terselesaikan.

Salah satu persoalan utama adalah ketergantungan fiskal daerah yang masih sangat tinggi terhadap pemerintah pusat. Data menunjukkan bahwa mayoritas pemerintah daerah memiliki kapasitas fiskal rendah, sehingga APBD sangat bergantung pada Transfer ke Daerah. Dalam kondisi tersebut, kebijakan efisiensi anggaran nasional dan pemangkasan transfer ke daerah secara langsung berdampak pada menurunnya ruang fiskal daerah untuk membiayai pelayanan publik, infrastruktur dasar, dan fasilitasi investasi.

Di sisi lain, menguatnya program prioritas nasional yang dikelola secara sentralistik meskipun penting secara nasional menimbulkan persepsi terjadinya pergeseran keseimbangan relasi pusat–daerah. Secara normatif, kewenangan daerah tidak dicabut, tetapi secara substantif ruang diskresi daerah semakin terbatas. Fenomena ini sering disebut sebagai sentralisasi semu, di mana otonomi tetap ada dalam regulasi, namun menyempit dalam praktik kebijakan.

Tata Kelola, Demokrasi Lokal, dan Tantangan Integritas

Refleksi otonomi daerah juga tidak dapat dilepaskan dari persoalan tata kelola dan demokrasi lokal. Biaya politik yang tinggi dalam Pilkada, lemahnya sistem pendanaan politik, serta praktik politik transaksional telah menciptakan risiko serius terhadap integritas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Tidak sedikit kepala daerah yang terjebak pada praktik korupsi, terutama dalam perizinan dan pengadaan barang dan jasa, sebagai konsekuensi dari tekanan politik dan kebutuhan pembiayaan elektoral.

Wacana perubahan mekanisme Pilkada, termasuk melalui DPRD, mencerminkan kegelisahan atas tingginya biaya demokrasi lokal. Namun, pendekatan tersebut juga membawa risiko penurunan legitimasi publik dan meningkatnya oligarki lokal. Oleh karena itu, pembaruan otonomi daerah tidak cukup dilakukan melalui perubahan mekanisme politik semata, melainkan harus menyentuh reformasi sistemik pendanaan politik, penguatan akuntabilitas, dan konsistensi penegakan hukum.

Otonomi Daerah dan Pembangunan Ekonomi Daerah

Dari perspektif pembangunan ekonomi, otonomi daerah sejatinya merupakan instrumen penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal. APBD bukan sekadar dokumen administratif, melainkan motor utama government spending di daerah, khususnya di wilayah dengan basis ekonomi lemah.

Pemangkasan transfer ke daerah dan ketidakpastian kebijakan lokal berpotensi meningkatkan biaya ekonomi, menurunkan kualitas infrastruktur, serta melemahkan daya saing daerah. Bagi dunia usaha, kepastian regulasi, stabilitas kebijakan, dan kualitas tata kelola daerah menjadi faktor kunci dalam pengambilan keputusan investasi. Dalam konteks ini, pelemahan otonomi daerah justru dapat berimplikasi pada menurunnya kepercayaan investor dan melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.

Agenda Pembaruan: Menguatkan, Bukan Melemahkan Otonomi Daerah

Refleksi tersebut membawa pada satu kesimpulan penting: otonomi daerah tidak berada di ujung jalan sebagai sebuah kegagalan, tetapi berada di titik penentuan arah. Yang dibutuhkan bukanlah penarikan kembali kewenangan ke pusat, melainkan pembaruan desain desentralisasi agar lebih adaptif, adil, dan berkelanjutan.

Beberapa agenda pembaruan yang perlu menjadi perhatian ke depan antara lain:

Pertama, penataan ulang hubungan fiskal pusat–daerah agar lebih berbasis kinerja, kebutuhan riil, dan hasil pembangunan, bukan semata pendekatan administratif. Transfer ke daerah harus dilihat sebagai investasi pembangunan, bukan beban fiskal.

Kedua, penguatan desentralisasi substantif, khususnya dalam pembagian urusan pemerintahan strategis, dengan tetap menjaga kepentingan nasional dan prinsip negara kesatuan.

Ketiga, perbaikan tata kelola dan integritas pemerintahan daerah, melalui penguatan sistem pengawasan, digitalisasi layanan, transparansi anggaran, serta reformasi pendanaan politik.

Keempat, penempatan pemerintah daerah sebagai subyek kebijakan, bukan sekadar pelaksana program pusat, termasuk dalam program prioritas nasional melalui skema yang kolaboratif dan akuntabel.

Penutup

Otonomi daerah merupakan fondasi penting bagi Indonesia sebagai negara besar dengan keragaman wilayah, sosial, dan ekonomi. Tantangan yang dihadapi saat ini menunjukkan bahwa desentralisasi membutuhkan pembaruan, bukan pengerdilan. Jika dikelola dengan tepat, otonomi daerah justru dapat menjadi kunci untuk memperkuat tata kelola pemerintahan, mempercepat pembangunan daerah, dan menjaga keberlanjutan pertumbuhan nasional.

Dengan demikian, otonomi daerah di ujung jalan bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan momentum untuk menentukan arah baru desentralisasi Indonesia yang lebih matang, berkeadilan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *