Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin mengungkapkan rencana penciptaan sumber daya manusia unggul untuk didistribusikan ke industri luar negeri. Program ini dikembangkan melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi (Dikti Saintek).
Menurut Mukhtarudin, program ini bertujuan membangun ekosistem yang memungkinkan pekerja migran mengisi kekosongan industri di Indonesia setelah menyelesaikan masa kerja di luar negeri. “Artinya pendidikan itu menyiapkan dua-duanya kebutuhan dalam negeri maupun kebutuhan luar negeri. Jadi ini tergantung pilihan kepada masyarakatnya atau dari lulusan-lulusannya yang mau bekerja di luar negeri, ini kita kasih peluangnya, ini kompetensinya bahasanya seperti ini,” ucap Mukhtarudin di Kantor Kemendikti Saintek, Rabu (24/12).
Masa Kerja PMI dan Program Pemulangan
Penyaluran Pekerja Migran Indonesia (PMI) saat ini terus dilakukan dan ditingkatkan. Namun, Mukhtarudin menegaskan bahwa PMI yang disalurkan pemerintah wajib kembali ke tanah air setelah menyelesaikan masa kerja selama 3 tahun. “Jadi mereka kan bekerja kan tidak selamanya jadi 2 tahun, bisa 3 tahun. Kemudian mereka harus kembali lagi ke tanah air. Dan di sini mereka juga menyiapkan lagi, punya pengalaman bekerja lagi di situasi strategis yang ada di Indonesia,” jelas Mukhtarudin.
Kementerian P2MI berkomitmen memfasilitasi para mantan pekerja migran untuk kembali bekerja di dalam negeri. Mereka akan menyalurkan mantan pekerja migran tersebut ke berbagai industri yang membutuhkan tenaga kerja terampil.
Struktur Organisasi Pendukung
Mukhtarudin menjelaskan bahwa struktur organisasi Kementerian P2MI dirancang untuk mendukung program ini secara komprehensif. “Makanya kita ada Dirjen P3KLN, ada Dirjen Pemetaan, ada Dirjen Penempatan, ada Dirjen Perlindungan, dan ada Dirjen Pemberdayaan. Nah pemberdayaan ini konteksnya itu bagaimana pekerja yang beneran purna yang mau bekerja lagi di sektor industri strategis yang ada di Indonesia kita salurkan lagi,” paparnya.
“Karena mereka sudah punya pengalaman, punya bahasa. Sudah tahu etos kerjanya bekerja di perusahaan Jepang, misalnya Korea Eropa, ini yang kita jembatani lagi,” tambah Mukhtarudin mengenai nilai tambah yang dimiliki mantan pekerja migran.