Posted in

Melangkah di Antara Keraguan Menuju Impian Pendidikan Tinggi

Tepat pada bulan Agustus, penulis mengambil keputusan besar yang dipenuhi harapan namun tak lepas dari keraguan. Pertanyaan terus menghantui: apakah harus melanjutkan atau berhenti di titik ini?

Di dalam pesawat, penulis terdiam setelah pramugari memerintahkan seluruh penumpang mengenakan sabuk pengaman. Di sebelah kiri, ibu yang mengantar tampak sibuk dengan aktivitasnya sendiri. Ibu akan menemani untuk beberapa bulan di kota perantauan. Tak lama kemudian, pesawat mulai mengudara. Penulis menatap lurus ke depan, membiarkan ingatan membawa pikiran kembali ke hari-hari yang telah berlalu.

Kaca pesawat menjadi saksi bisu atas keheningan dan renungan. Teringat masa perjuangan yang dipenuhi pikiran berisik, kekhawatiran, dan kebingungan apakah mampu menembus universitas impian. Perjuangan itu mulai terasa nyata saat memasuki kelas tiga SMA. Pada awalnya, benar-benar bingung menentukan jurusan dan universitas yang akan dipilih.

Penulis terlalu tenggelam dalam kebimbangan sendiri hingga tak banyak berbagi dengan orang tua mengenai langkah selanjutnya. Memasuki kelas dua belas, hari-hari diisi dengan usaha tanpa henti untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi. Tak jarang belajar hingga larut malam. Ayah dan ibu sesekali menasihati, “Jangan terlalu lama belajar sampai lupa makan.”

Namun, kata-kata itu justru semakin menguatkan. Satu hal yang terus terpatri di kepala saat itu: harus lulus. Penulis tahu tidak sendirian. Teman-teman pun merasakan hal yang sama. Perasaan bingung, takut, dan bimbang. Mereka berada di persimpangan yang sama, di mana setiap langkah terasa berat karena akan menentukan masa depan.

Setiap hari bertanya pada diri sendiri tentang minat yang tak kunjung ditemukan. Selanjutnya, keraguan akan sanggupkah melangkah ke fase yang lebih serius dalam hidup. Hingga mendekati hari ujian, tetap diliputi keraguan saat harus memilih jurusan. Dengan rasa penat dan kejenuhan yang menumpuk, akhirnya memilih tanpa banyak pertimbangan.

Tanpa diskusi panjang, tanpa rencana matang. Waktu ujian pun tiba dan berlalu. Dinyatakan diterima di salah satu pilihan, tetapi perasaan campur aduk. Ada kebahagiaan, tetapi juga ketakutan. Ragu pada diri sendiri, takut tidak kuat hidup mandiri di negeri perantauan.

Hari-hari kembali tenggelam dalam pertimbangan yang tak berujung. Saat itu, orang tua selalu berada di sisi. Mereka meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dan akhirnya, memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan ini.

Keluarga mengantarkan hingga ke bandara. Dari sorot mata dan raut wajah mereka, terlihat secercah harapan dan perhatian. Tanpa kata-kata, mereka mendoakan dari hati terdalam agar baik-baik saja dan mampu menjemput jalan sendiri.

Di tengah keramaian bandara, tersadar bahwa perjalanan ini harus ditempuh dengan semangat yang tak boleh padam. Harus meromantisasi setiap tantangan yang ada, karena dari sanalah belajar melangkah, melewati fase demi fase menuju tangga kesuksesan yang dicita-citakan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *