Prajurit TNI bersama dengan petugas gabungan lainnya masih terus melakukan penanganan bencana di Sumatera. Di balik tugas tersebut, terdapat berbagai kisah yang menyertai perjuangan mereka.
Sertu Hamzah Lubis merupakan salah satu contohnya. Prajurit Kodim Aceh Tamiang tersebut menyaksikan langsung bagaimana istrinya meninggal dunia akibat tertimpa beton yang terbawa longsor. Meskipun demikian, kesedihan tidak menghentikannya. Dia terus memberikan makna lain bagi para korban bencana.
Longsor Melanda Aceh Tamiang
Hujan deras masih mengguyur saat terjadi longsor tidak jauh dari markas Kodim 0117/Aceh Tamiang, Aceh, pada 26 November 2025 sekitar pukul 15:00 WIB. Sebuah rumah tertimpa longsor dan ada seorang ibu terjebak di dalamnya.
Sejumlah prajurit, termasuk Sersan Satu (Sertu) Hamzah Lubis, langsung turun saat itu juga untuk mengeluarkan ibu yang terjebak longsor. Membawa alat seadanya seperti dongkrak dan tembilang, para prajurit langsung mencoba mengevakuasi korban. Korban yang terjepit reruntuhan berhasil dievakuasi sekitar pukul 16:30 WIB dengan keadaan selamat.
Longsor tidak hanya menimpa rumah warga. Sejumlah ruas jalan di jalan nasional yang menghubungkan Langkat, Sumatera Utara; dengan Aceh Tamiang, Aceh, pun lumpuh. Longsor membuat jalan tidak bisa dilewati. Di saat yang sama, air mulai merambat naik.
Markas Kodim Tamiang berada di dataran tinggi. Namun, karena ruas jalan tertutup longsor, lokasi itu menjadi terisolasi. Hujan pun semakin deras.
Tragedi di Rumah Dinas
Sambil menyusun strategi untuk bisa membuka isolasi jalur nasional yang terputus, Kepala Staf Kodim Tamiang meminta prajuritnya untuk beristirahat dulu. Hamzah yang saat itu turun piket, kembali ke rumahnya yang berada di belakang markas.
Usai salat dan makan malam, Hamzah merasa tidak enak kepada rekannya. Meski dia baru saja turun piket, karena banyak tragedi longsor, dia tetap meminta kepada atasannya untuk ikut berjaga. Hamzah lantas pamit ke istri dan kedua anaknya untuk tetap bertugas malam itu.
Almarhumah Lelawani (39), istrinya, sempat protes, “Abang kan baru turun piket. Jadi, tidak balik lagi nanti,” kata Hamzah menirukan ucapan istrinya, ditemui di markas Kodim Aceh Tamiang, Kualasimpang, dikutip Rabu (24/12).
Pukul 20.10 WIB, Hamzah pun meninggalkan Lelawani dan kedua anaknya, Fersie Bintang Aura Lubis (16) dan Amanda Aqila Lubis (11), untuk kembali bertugas.
Sekitar pukul 21.30 WIB, Hamzah mendengar ada bunyi longsor di belakang markas. Dia langsung teringat istri dan kedua anaknya sedang di dalam rumah.
Hamzah dan sejumlah prajurit yang malam itu sedang berjaga, langsung berlari ke belakang. Jarak dari pos penjagaan ke rumah dinas Hamzah sekitar 100 meter. Begitu tiba, Hamzah mendapati rumahnya sudah hancur tertimpa beton yang jatuh akibat tanah longsor.
“Posisi istri pada saat itu kelihatan, tapi dia kejepit. Nggak bisa ditolong. Saya hanya bisa membacakan doa di telinganya,” kata Hamzah, yang tak bisa berbuat apa-apa karena tak ada alat berat untuk bisa mengangkat beton yang mengimpit istrinya.
Evakuasi dan Keselamatan Anak-anak
Hamzah pun harus merelakan istrinya mengembuskan napas terakhir dalam impitan beton.
Kemudian, sayup-sayup terdengar suara anak pertamanya, Bintang, meminta tolong. “Pak, tolong Bintang.”
Hamzah dan sejumlah prajurit memakai tangan kosong sekuat tenaga mengangkat beton. Mereka hanya bisa mengangkat sedikit, tapi akhirnya bisa mengeluarkan Bintang. Anak itu selamat meski sekujur tubuhnya mengalami luka terkoyak besi dan bongkahan beton.
Sementara, Amanda, anak kedua Hamzah, juga selamat karena benturan keras beton membuat dinding rumah di sisi lain terjatuh ke luar. Jadi, Amanda bisa ditolong. Dia juga mengalami luka lecet di beberapa bagian tubuh tanpa ada patah tulang.
Jasad Lelawani, istri Hamzah, baru bisa dievakuasi keesokan paginya setelah alat berat didatangkan ke lokasi. Hamzah hanya bisa pasrah.
Kembali Bertugas Meski Berduka
Hamzah sebenarnya sudah diminta untuk istirahat oleh komandannya untuk menenangkan diri. Namun, Hamzah tidak bisa bersedih terlalu larut. Tiga hari berselang, Hamzah tetap minta ditugaskan lagi untuk membantu mengevakuasi korban terdampak bencana atau sekadar untuk mengawal penyaluran bantuan.
“Saya punya tanggung jawab. Walaupun tanggung jawab itu tidak diberikan sepenuhnya sama pimpinan,” katanya.