Posted in

Jaksa Agung Ungkap Potensi Denda Administrasi Sawit dan Tambang Capai Rp 142,2 Triliun

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan bahwa potensi penerimaan denda administrasi untuk sawit dan tambang yang berada dalam kawasan hutan mencapai Rp 142,2 triliun. Pernyataan ini disampaikan dalam acara penyerahan hasil penguasaan kembali kawasan hutan dan penyelamatan keuangan negara di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, pada Rabu (24/12).

Burhanuddin menyebutkan bahwa potensi penerimaan tersebut diperkirakan untuk tahun 2026 mendatang. Rinciannya menunjukkan potensi denda dari sawit sebesar Rp 109,6 triliun, sementara dari tambang sekitar Rp 32,63 triliun.

Rincian Potensi Denda 2026

“Untuk tahun 2026 terdapat potensi penerimaan denda administratif pada sawit dan tambang yang berada dalam kawasan hutan dengan jumlah sebagai berikut, potensi denda administratif dari sawit sebesar Rp 109,6 triliun dan potensi administratif tambang sebesar Rp 32,63 triliun,” ujar Burhanuddin.

Dalam kesempatan yang sama, Burhanuddin juga menginformasikan bahwa Satgas PKH telah berhasil melakukan penagihan denda administratif kehutanan sebesar Rp 2,3 triliun. Denda tersebut berasal dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel.

“Hasil penagihan denda administratif kehutanan oleh Satgas PKH senilai Rp 2.344.965.750 yang berasal dari 20 perusahaan sawit dan satu perusahaan tambang nikel,” ungkapnya.

Penyelamatan Keuangan Negara

Angka tersebut merupakan bagian dari total Rp 6,6 triliun yang diserahkan oleh Kejagung kepada negara pada hari Rabu (24/12). Sisa dana sekitar Rp 4,2 triliun berasal dari penyelamatan keuangan negara dari dua kasus yang ditangani adhyaksa, yaitu kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan dugaan korupsi importasi gula.

“Hasil penyelamatan keuangan negara atas tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung senilai Rp 4.280.328.440.469,74 yang berasal dari perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan perkara impor gula,” paparnya.

Verifikasi dan Penindakan

Sebelumnya, Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna mengungkapkan bahwa Satgas PKH telah melakukan verifikasi terhadap 21 objek atau perusahaan yang melakukan penambangan dalam kawasan hutan secara ilegal.

“Ditemukan adanya bukaan tambang dalam kawasan hutan seluas 2.274,2938 hektare,” ucap Anang kepada wartawan pada Selasa (23/9) lalu.

Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, Anang menekankan bahwa Satgas PKH segera melakukan penagihan untuk pembayaran denda administrasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa para pelaku pelanggaran penggunaan kawasan hutan dapat ditindak sesuai hukum, sebagaimana yang tertuang dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021.

“Baik terhadap perusahaan atau kelompok tertentu yang telah melakukan kegiatan usaha perkebunan sawit maupun usaha pertambangan dalam kawasan hutan secara ilegal,” tutur dia.

Formula Penghitungan Denda

Lebih lanjut, Anang memaparkan formula penghitungan denda administratif yang telah dibahas oleh Satgas PKH. Berikut rinciannya:

Untuk usaha perkebunan sawit:

Luas Pelanggaran Kawasan Hutan (Ha) x Jangka Waktu Pelanggaran dikurangi estimasi usia tidak produktif selama 5 tahun x Tarif Denda Rp 25 juta (25 juta/hektare/tahun).

Untuk usaha perkebunan mengingat jenisnya beragam, maka pengenaannya berbeda-beda antara jenis tambang yang satu dengan jenis tambang lainnya.

Adapun untuk komposisinya yang saat ini telah diwacanakan antara lain:

a. simulasi tarif tunggal batu bara sebesar Rp353.998.441 untuk setiap hektare per tahun;

b. simulasi tarif tunggal nikel sebesar Rp6.507.006.574 untuk setiap hektare per tahun;

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *