Penutupan tempat hiburan Darma Agung (DA) Club 41 oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Sumatera Selatan memicu kontroversi. Tindakan penertiban ini dianggap sebagai masalah serius bagi iklim investasi, mengingat manajemen mengklaim telah memiliki izin resmi dan memenuhi semua persyaratan regulasi.
Pemilik DA Club 41, Thomas Chandra, menilai penyegelan dilakukan secara sepihak tanpa melalui proses klarifikasi yang seharusnya. Ia menyatakan bahwa sejak awal operasional, pihaknya telah menghadapi berbagai tekanan dari kelompok tertentu yang berujung pada penghentian kegiatan usaha.
Protes atas Prosedur Penyegelan
“Kami merasa diperlakukan tidak adil. Tidak ada pemanggilan resmi terlebih dahulu, namun langsung diberikan surat peringatan hingga penyegelan,” kata Thomas, Kamis (25/12/2025).
Thomas mengungkapkan, sebelum penyegelan terjadi, manajemen DA Club 41 sering mengalami intimidasi dan provokasi massa. Bahkan, upaya pelaporan telah dilakukan ke pihak kepolisian setelah tekanan tersebut dinilai mengganggu keamanan dan keberlangsungan usaha.
Ia juga menegaskan bahwa masalah perizinan yang dipermasalahkan bukanlah pelanggaran substansial, melainkan penyesuaian administrasi akibat perubahan regulasi dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Kelengkapan Dokumen Izin
“Kami tetap taat aturan. Update perizinan sudah kami lakukan, retribusi resmi dibayar, dan koordinasi dengan PTSP serta Satpol PP Kota Palembang juga berjalan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Thomas menyebut DA Club 41 telah mengantongi Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang diterbitkan Pemerintah Kota Palembang dan berlaku hingga tahun 2030. Selain itu, tempat usaha tersebut juga telah menjalani asesmen dari Kementerian Pariwisata serta pengamanan objek vital dari Polda Sumatera Selatan.
“Kalau semua izin sudah lengkap, lalu atas dasar apa penyegelan masih dilakukan?” katanya mempertanyakan.
Dampak terhadap Iklim Usaha
Kuasa hukum DA Club 41, Adam Munandar, menilai kasus ini perlu ditelaah lebih jauh karena berpotensi menimbulkan preseden buruk bagi dunia usaha. Ia menegaskan kliennya memiliki kepastian hukum yang sah untuk beroperasi.
“Kami tidak menutup mata terhadap penegakan aturan. Namun penegakan hukum juga harus adil, transparan, dan bebas dari kepentingan tertentu,” ujarnya.
Adam juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang mengatasnamakan organisasi masyarakat, LSM, maupun media untuk menekan atau menjatuhkan usaha kliennya tanpa dasar hukum yang jelas. Ia menegaskan siap menempuh jalur hukum jika penyebaran isu atau tuduhan tidak berdasar terus berlanjut.