Konvoi dan demonstrasi yang terjadi di Lhokseumawe, Aceh, pada Kamis (25/12) berhasil dibubarkan oleh aparat TNI dan Polri. Setelah dilakukan penelusuran lebih mendalam, terungkap bahwa para pendemo membawa senjata api.
Menurut keterangan dari Pusat Penerangan TNI, aksi tersebut berlangsung dari Kamis malam hingga Jumat (26/12) dini hari. Sekelompok masyarakat berkumpul, melakukan konvoi, dan melaksanakan demonstrasi dengan sebagian di antaranya mengibarkan bendera bulan bintang yang identik dengan simbol Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Aksi tersebut disertai teriakan yang berpotensi memancing reaksi publik serta mengganggu ketertiban umum, terutama dalam konteks upaya pemulihan Aceh pascabencana.
Koordinasi TNI-Polri dalam Penanganan Aksi
Menyadari adanya aksi tersebut, Danrem 011/Lilawangsa Kolonel Inf Ali Imran segera melakukan koordinasi dengan Polres Lhokseumawe. Bersama dengan personel Korem 011/LW serta Kodim 0103/Aceh Utara, mereka mendatangi lokasi kejadian.
Anggota TNI-Polri yang berada di lokasi meminta para pendemo untuk menghentikan aksinya. Namun, imbauan tersebut tidak digubris oleh para pendemo. Petugas di lokasi kemudian memutuskan untuk membubarkan aksi tersebut.
“Dalam proses tersebut terjadi adu mulut, dan saat pemeriksaan terhadap salah satu orang dalam kelompok ditemukan 1 pucuk senjata api jenis Colt M1911 beserta munisi, magazen, dan senjata tajam. Yang bersangkutan kemudian diamankan dan diserahkan kepada pihak Kepolisian untuk diproses sesuai hukum yang berlaku,” tulis akun resmi Puspen TNI, @puspentni, Jumat (26/12).
Landasan Hukum Pelarangan Bendera GAM
TNI menegaskan bahwa pelarangan pengibaran bendera bulan bintang didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku karena simbol tersebut diidentikkan dengan gerakan separatis yang bertentangan dengan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 106 dan 107 KUHP, Pasal 24 huruf a, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007.
“Korlap aksi demo menyatakan bahwa kejadian tersebut hanya selisih paham dan sepakat berdamai dengan aparat. TNI mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum terverifikasi kebenarannya,” tulis Puspen TNI.