Deretan pengunjung masih bertahan mengantre di Planetarium Taman Ismail Marzuki (TIM) meski tidak ada kepastian akan memperoleh tiket masuk.
Antrean daftar tunggu tersebut diisi oleh masyarakat yang datang sendiri maupun bersama keluarga, membawa rasa penasaran sekaligus harapan dapat menyaksikan Planetarium yang baru saja kembali dibuka.
Harapan Melihat Wajah Baru Planetarium
Nani (41), warga Cipinang, mengaku datang langsung ke lokasi tanpa melakukan pendaftaran terlebih dahulu melalui tautan reservasi daring.
“Karena di musim liburan ini, kemarin melihat berita ya, ‘Oh Planetarium sudah buka kembali,’ gitu,” ujarnya.
Bagi Nani, kunjungan ke Planetarium sudah lama dinantikan. Ia menyebut beberapa kali datang ke lokasi ini setelah pandemi, namun selalu mendapati Planetarium dalam kondisi tutup.
“Jadi menjanjikan anak-anak untuk, ‘Nanti kalau buka, baru kita ke Planetarium,'” katanya.
Mendengar kabar Planetarium kembali dibuka, ia pun mengajak 2 anak dan 1 keponakannya datang, meski harus mengambil nomor antrean secara langsung dan masuk daftar tunggu.

Meski demikian, Nani menyadari sejak awal bahwa antrean tersebut tidak menjamin dirinya akan masuk.
“Oh iya, tahu,” ujarnya.
Alasan utama Nani tetap bertahan adalah keinginan melihat tampilan baru Planetarium.
“Kemarin kan kenapa tutup karena ada renovasi segala macam. Kita mau lihat, ‘Ini udah wajah baru itu seperti apa sih?’ Itu aja,” ujarnya.
Kebiasaan Masyarakat yang Belum Terbiasa Sistem Daring
Jauh di depan titik Nani mengantre, ada Tri Haryono (41), warga Jakarta Utara. Datang bersama anak dan adiknya menggunakan mobil, Tri mengaku sengaja menyempatkan diri ke Planetarium karena penasaran.
“Dulu kan perbaikan. Udah dibuka baru lagi, lihat dari Instagram, udah lebih bagus, ya coba ke sini,” katanya.
Tri juga tidak mengisi formulir pendaftaran daring sebelumnya. Ia langsung datang dan ikut antre di sistem waiting list. Menurutnya, informasi yang tersedia di media sosial belum cukup rinci.
“Informasi yang dari Instagram kan memang tidak terlalu detail,” ujarnya.

Menurut Tri, sistem reservasi daring bukan hal yang familiar bagi sebagian warga. Ia menilai kebiasaan masyarakat masih identik dengan datang langsung, membeli tiket, lalu menonton.
“Sistem seperti ini enggak biasa. Sistem yang biasa dipakai kita datang, beli tiket, nonton. Jarang orang-orang yang biasa itu ngerti harus reservasi. Bahasanya, belum disosialisasikan bagi kita. Itu jarang orang-orang yang biasa itu ngerti harus reservasi,” katanya.
Tri juga menyebut lebih memilih sistem pendaftaran offline.
“Offline lah gitu. Maksudnya orang kondisional. Bisa jadi dia mau ke mana pergi, tahu-tahu mau ke mari,” ujarnya.
Meski mengetahui bahwa antrean ini tidak menjamin ia dapat memperoleh tiket masuk, ia memutuskan mencoba peruntungan.
“Iya, karena tadi sebenernya saya udah mau pulang. Cuma karena adik saya ‘Udah coba aja’, karena ada kemungkinan bisa masuk,” katanya.
Sistem Antrean On The Spot
Manager on Duty JakPro, Arnold Kindangen, mengatakan sistem utama penjualan tiket dilakukan secara daring untuk mencegah kondisi yang tidak terkendali di lapangan.
Menurut dia, hampir seluruh penyelenggaraan acara di Jakarta kini juga telah beralih ke sistem daring.
“Best effort yang kita lakukan adalah via online. Karena kalau kita bukanya semua OTS, pastinya ini menjadi tidak terkendali. Pada umumnya juga event-event di Jakarta rata-rata semuanya dijual dengan online. Kita sampaikan di media sosial, registrasi hanya by online,” kata Arnold di TIM, Jakarta Pusat, Jumat (26/12).
Meski demikian, JakPro tetap mengakomodasi pengunjung yang datang langsung ke TIM. Penjualan OTS dibuka dengan mengambil sisa kuota dari tiket online yang tidak terkonfirmasi pembayarannya.
“Kita akan mengambil slot dari total tiket online yang masih tersisa atau tidak ada konfirmasi terkait pembayaran, maka kuota tersebut kita ambil untuk kita jual,” ungkapnya.
Arnold menegaskan, pengunjung yang mengantre sejak awal telah diberi pemahaman bahwa antrean OTS tidak menjamin mendapatkan tiket.
“Itu kita sampaikan di awal bahwa ini terbatas. Kita sampaikan saat mereka hadir dan mengantre. Jadi bukan berarti jaminan kalau dia mengantre,” ujarnya.
Sistem OTS menerapkan prinsip first come first serve. Pengunjung yang datang akan didata dalam daftar antrean dan waiting list. Jika kuota sesi pertama penuh, pengunjung dapat dialihkan ke sesi berikutnya, bergantung pada ketersediaan kursi.
“Siapa yang duluan datang, mereka akan mendapatkan prioritas,” ujar Arnold.