Posted in

Kisah Penjual Pinang Memanjat Harapan di Sekolah Rakyat

Pohon pinang yang menjulang tinggi dengan untaian buah yang sudah mulai ranum di halaman Sekolah Rakyat Menengah Atas (SRMA) 29 Jayapura, Papua, memiliki makna tersendiri bagi Alfius Jrifenth Mote.

Duduk di atas sofa tamu di ruang kepala sekolah, saat ditanya tentang perjalanan hidupnya, ingatannya langsung kembali pada rutinitas bertahun-tahun sebelum diterima sebagai siswa Sekolah Rakyat.

Sejak usia 9 tahun, dia harus berjuang membantu ibunya berjualan buah pinang karena ayahnya sudah meninggal saat Alfius masih balita.

Rutinitas Sebelum Sekolah

Sebelum membantu berjualan di pagi hari, dia juga harus memanjat minimal 5 pohon pinang dan mencari daun pohon sirih untuk kemudian dikemas dan dijajakan bersama ibunya.

“Mama jual di Pantai Base G,” ujarnya saat ditemui di SRMA 29 Jayapura yang berlokasi di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Jayapura, beberapa waktu lalu.

Tubuh gempal dan kumis yang mulai tumbuh di atas bibirnya tidak menggambarkan usia Alfius yang baru menginjak 15 tahun. Dia pun masih gemar bermain sebagaimana anak-anak seusianya.

Kehidupan Sehari-hari

Rutinitas pagi hari sebelum berangkat sekolah mengharuskannya berjibaku memanjat pohon pinang, berburu daun sirih, dan menyiapkan dagangan. Sepulang sekolah dia pun masih membantu ibunya berjualan hingga sore. “Biasa temani mama jualan sampai jam 3 baru pergi main,” tuturnya.

Dalam sehari tidak banyak rupiah yang mampu dibawa pulang karena tidak semua dagangan laku. Alfius merinci dagangannya dibagi menjadi dua paket. Paket pertama berisi 13 buah pinang, 3 daun sirih dan kapur yang dibanderol Rp10 ribu. Kemudian paket 30 buah pinang, 5 daun sirih dan kapur seharga Rp20 ribu.

Saat ditanya cara menaklukkan pohon pinang yang menjulang tinggi, Alfius mengaku awalnya dibimbing oleh kakak laki-lakinya yang kini kelas 3 SMA. Dia menjadi tumpuan karena tubuhnya lebih kecil dibanding kakaknya untuk mengimbangi ketinggian dan ukuran pohon pinang yang tidak begitu kokoh. Sementara satu lagi kakaknya sudah kuliah.

Kesempatan Pendidikan

Dua kakak Alfius beruntung karena dapat menikmati pendidikan hingga kini. Namun cerita berbeda dialami Alfius karena sempat terancam putus sekolah karena orangtuanya tidak mampu membiayai pendidikan seluruh anak-anaknya.

Beruntung kabar bahagia datang dari rekan kakak perempuannya yang mengabarkan bahwa Presiden Prabowo Subianto menggagas program prioritas Sekolah Rakyat yang menyediakan pendidikan gratis berkualitas bagi anak-anak miskin dan miskin ekstrem yang berada di desil 1 dan 2 data tunggal sosial dan ekonomi nasional (DTSEN). Sekolah berkonsep asrama itu pun akan dibuka di Jayapura.

Tidak berselang lama, kabar itu benar-benar menjadi kenyataan setelah salah seorang pendamping sosial datang ke rumahnya dan menawarkan melanjutkan pendidikan di Sekolah Rakyat. Dengan penuh kebahagiaan tawaran itu langsung diterima.

Kehidupan di Asrama

Tidak terasa lima bulan lebih sudah Alfius tinggal di asrama SRMA 29 Jayapura. Segala kebutuhannya ditanggung negara. Mulai dari makan tiga kali sehari dengan dua kali snack, seragam, tas, sepatu, alat tulis, cek kesehatan, tempat tidur, hingga biaya pendidikan seluruhnya gratis.

Tidak hanya guru yang mendampingi, dia dan 99 rekannya juga mendapat bimbingan dan arahan dari wali asuh dan wali asrama selama 24 jam. Seluruh aktivitasnya selama sehari semalam juga terjadwal dengan disiplin tinggi. “Saya sudah betah di sini, teman-teman banyak, makan tiga kali, enak di sini semua terjamin,” tutur Alfius.

Namun satu hal yang paling penting, dia kini dapat fokus belajar dan bermain sebagaimana anak-anak seusianya. Tidak perlu lagi menantang maut dengan memanjat pohon pinang yang menjulang tinggi serta berjualan di pinggir pantai tiap hari. Kini, di Sekolah Rakyat Alfius fokus memanjat harapan meraih cita-cita sebagai prajurit TNI.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *