Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengakhiri penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dan eksploitasi serta izin usaha pertambangan operasi produksi oleh Pemerintah Kabupaten Konawe Utara pada periode 2007 hingga 2014.
Penghentian penyidikan ini terjadi meskipun kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun dan KPK sebelumnya telah menetapkan tersangka dalam perkara ini.
Penghentian Penyidikan dengan SP3
“Benar, KPK telah menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dalam perkara tersebut,” jelas juru bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan resminya pada Jumat (26/12).
Budi menyatakan bahwa selama proses penyidikan untuk perkara tahun 2009 tersebut, telah dilakukan pendalaman lebih lanjut. Namun, hasil penyelidikan tidak menemukan bukti yang cukup untuk melanjutkan proses hukum.
“Sehingga KPK menerbitkan SP3 untuk memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak terkait,” ucapnya.
“Kami terbuka, jika masyarakat memiliki kebaruan informasi yang terkait dengan perkara ini untuk dapat menyampaikannya kepada KPK,” sambung Budi.
Tersangka dan Dugaan Penerimaan Uang
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka. Dia diduga menerima uang sebesar Rp 13 miliar untuk menerbitkan izin kepada delapan perusahaan.
Pada saat konferensi pers penetapan tersangka, Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, mengatakan Aswad saat menjabat sebagai bupati, pernah mencabut izin tambang nikel di Konawe Utara, dari PT Antam yang merupakan perusahaan milik negara.
Kemudian, izin pertambangan dialihkan untuk sejumlah perusahaan swasta.
“ASW menerima pengajuan permohonan tambang dari delapan perusahaan yang kemudian menerbitkan 30 SK penambangan eksplorasi. Dia diduga menerima uang dari masing perusahaan,” kata Saut, saat itu.
Kerugian negara terkait kasus ini diduga mencapai Rp 2,7 triliun. Kerugian berasal dari penjualan nikel atas pemberian izin kepada sejumlah perusahaan yang diduga melawan hukum.