Pak Yuri, seorang pengemudi ojek perahu, pernah menyatakan, “Pangandaran itu seperti pohon uang.” Suaranya terdengar meninggi, berupaya mengatasi deru angin dan deburan ombak di Pantai Barat Pangandaran.
“Asalkan kita ada kemauan, asalkan kita mau bergerak, pasti ada saja rezekinya.”
Prinsip sederhana ini dipegang teguh oleh Pak Yuri. Pria berusia 32 tahun yang wajahnya telah ditempa sinar matahari pesisir ini yakin bahwa laut merupakan sumber rezeki yang tak pernah habis.
Perahu Biru sebagai Teman Setia
Perahu yang dikemudikan Pak Yuri tampak biasa saja. Warnanya biru terang, menyatu dengan langit dan hamparan laut, serupa dengan puluhan ojek perahu lain yang berjajar rapi di tepi Pantai Barat Pangandaran.
Namun bagi Pak Yuri, perahu fiber bukan sekadar benda mati. Itu adalah sahabat perjalanan paling setia yang membawanya menjelajahi “pohon uang”-nya.
Setelah sempat merantau ke Bandung, Pak Yuri akhirnya kembali ke kampung halaman. “Memang sudah jiwanya di sini,” gumamnya perlahan. Sejak tahun 2008, ia meneruskan jejak orang tuanya sebagai penyedia jasa ojek perahu dan menjadikan laut sebagai rumah keduanya.
Dunia Lain di Atas Perahu
Selain rutinitas mengantar wisatawan, Pak Yuri memiliki “dunia lain” di atas perahunya. Saat pesisir sedang sepi atau menunggu giliran penumpang, ia tidak menghabiskan waktu dengan duduk diam di pasir pantai.
Ia beralih dari pengangkut wisatawan menjadi pemancing yang terampil. Dengan cekatan, ia mematikan mesin, membiarkan perahu mengapung mengikuti irama laut, lalu melempar kail andalannya.
Momen ini merupakan kemewahan bagi Pak Yuri. Di tengah keheningan yang hanya dipecahkan oleh gemericik ombak, ia menemukan ketenangan. Lautan memberinya paket lengkap: pekerjaan, hiburan, dan penghidupan.
Tantangan dan Tanggung Jawab
Menjadi nahkoda “pohon uang” tidak tanpa risiko. Kapal Pak Yuri memiliki kapasitas maksimum sepuluh orang. Ia menyadari betul, pekerjaannya bukan sekadar menyalakan mesin, tetapi memastikan nyawa penumpang selamat sampai ke tepi.
“Minimal punya kemampuan dasar berenang, meskipun hanya sebatas bisa,” tegasnya.
Pelampung oranye selalu tersedia di kapalnya. Sebelum berlayar, ia selalu membaca tanda alam. Jika angin kencang dan gelombang menjadi agresif, Pak Yuri memilih untuk tidak melaut demi keselamatan.
Namun, tantangan terbesar justru sering datang dari faktor manusia. Pak Yuri kerap menghadapi penumpang yang mengabaikan instruksi keselamatan.
“Saya sudah jelas memberikan instruksi, tapi ya namanya orang, kadang ada yang mengerti cepat, ada yang lambat,” ujarnya dengan rasa cemas. Baginya, beban mental membawa nyawa orang lain jauh lebih berat daripada mengangkat jangkar besi.
Perjalanan 13 Tahun dan Harapan Sederhana
Sudah 13 tahun Pak Yuri menggeluti profesi ini. Ia merasakan betul beratnya perubahan zaman, terutama saat harga BBM naik drastis sementara tarif wisata tidak banyak berubah.
Meski begitu, kebahagiaannya tetap sederhana: cuaca cerah, ombak tenang, dan pulang membawa rezeki yang cukup tanpa rasa lelah yang berlebihan.
Untuk masa depan wisata Pangandaran, harapan Pak Yuri tidak muluk-muluk. Ia hanya ingin birokrasi tidak berubah menjadi “ombak besar” yang menghambat rakyat kecil mencari nafkah.
“Jangan membuat aturan yang rumit,” harapnya.
Bagi Pak Yuri, Pangandaran akan selalu menjadi “pohon uang” abadi tempat jiwanya tertambat. Selama ia masih bisa menghidupkan mesin perahu birunya, selama itu pula ia akan terus menjemput rezeki halal di lautan.