Banyak orang menganggap malam sebagai waktu yang tepat untuk menenangkan pikiran. Namun bagi sebagian orang, waktu malam justru terasa menyesakkan. Berbagai pikiran muncul tanpa diundang, bagaikan tamu tak diharapkan yang memenuhi ruang kepala tanpa tahu kapan harus pergi. Pikiran tentang masa depan yang tampak kabur, ucapan yang seharusnya tidak terkatakan, serta hal-hal kecil yang berubah menjadi luka karena terlalu lama bersemayam di benak.
Overthinking menjadi istilah yang paling tepat menggambarkan kondisi tersebut. Melalui karya Gwendoline Smith berjudul The Book of Overthinking, artikel ini menjadi ruang pembelajaran untuk mengatasi overthinking yang kerap menguasai malam hari.
Mengubah Opini Menjadi Fakta
Overthinking sering kali muncul akibat opini buruk yang dibesar-besarkan kemudian dipercaya seolah-olah merupakan fakta. Contohnya ketika seseorang merasa dirinya membosankan. Itu adalah opini tanpa bukti nyata yang tertanam dan diyakini. Smith mengajak pembaca untuk mengubah pemikiran berbasis opini menjadi pemikiran yang didasarkan pada fakta, kebenaran, serta hal-hal nyata dan bermanfaat.
Misalnya ketika menerima undangan reuni sekolah. Overthinking mungkin muncul dengan pikiran, “Duh, aku malu banget ketemu mereka. Mereka pasti udah sukses, sementara aku belum jadi apa-apa. Bagaimana kalau mereka memandangku rendah?” Itu adalah opini yang bisa membuat seseorang terjaga semalaman. Cobalah mengubah pola pikir tersebut menjadi, “Aku yakin, mereka tidak akan memandangku rendah karena setiap orang punya prosesnya masing-masing.” Terlihat perbedaannya bukan? Mengubah pemikiran dari opini menjadi fakta dapat membuat seseorang lebih rileks.
Pertanyaan Bercabang untuk Mengelola Kekhawatiran
Cara ini dapat digunakan untuk mengelola rasa khawatir akibat overthinking dengan mengajukan beberapa pertanyaan bercabang.
Pertanyaan I: “Sebenarnya, apa sih yang aku khawatirkan?”
Pertanyaan II: “Ada nggak ya yang bisa aku lakukan untuk mengatasi masalah ini?” Jika jawabannya tidak, berhentilah merasa khawatir dan alihkan perhatian kamu. Tapi jika jawabannya ada, cari tahu apa yang dapat kamu lakukan, buatlah daftarnya.
Pertanyaan III: “Ada nggak yang bisa aku lakukan sekarang?” Jika jawabannya ada, lakukan itu sekarang, alihkan perhatianmu, dan berhentilah merasa khawatir. Tapi jika jawabannya tidak, rencanakan kapan dan apa yang dapat kamu lakukan. Selanjutnya berhentilah merasa khawatir dan alihkan perhatianmu.
Berpikir yang Bermanfaat
Setelah banyak membahas pemikiran berbasis fakta, kenyataan, dan kebenaran, berpikir yang bermanfaat juga sangat penting dalam meredakan overthinking. Ini bukan soal benar atau salah, atau bagaimana seharusnya seseorang berpikir, tetapi lebih pada pertanyaan sederhana: apakah pikiran tersebut membantu, atau justru membuat semakin terjebak dalam kekhawatiran?
Ketika ada sesuatu yang mengganggu pikiran, atau seseorang yang mengatakan hal buruk, tidak perlu khawatir. Tanyakan pada diri sendiri apakah hal itu benar-benar layak untuk dipikirkan. Ingatlah untuk selalu mempertimbangkan, “Sebenarnya, pikiran ini ada gunanya nggak sih buat aku?”
Malam yang menyesakkan mungkin tidak selalu berubah menjadi tenang, tetapi setidaknya kini ada pembelajaran bahwa overthinking tidak akan menghalangi. Pikiran adalah milik sendiri, dan selalu ada kuasa untuk mengarahkannya.