Kejaksaan Agung telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap seorang warga negara Korea Selatan yang sedang menjalani persidangan terkait kasus ITE. Tiga dari kelima tersangka tersebut merupakan oknum jaksa.
Ketiga jaksa yang ditetapkan sebagai tersangka meliputi Kasi Pidum Kejari Kabupaten Tangerang berinisial HMK, Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Banten berinisial RV, serta Kassubag Daskrimti Kejati Banten berinisial RZ. Dua tersangka lainnya berasal dari kalangan swasta, yaitu seorang pengacara berinisial DF dan ahli bahasa berinisial MS.
Proses Penetapan Tersangka
“Jadi total kami lima tersangka. Tiga orang, ada tiga oknum jaksa yang ditetapkan tersangka oleh kita dan sudah penyidikan dan dua dari swasta,” jelas Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, di Kejagung pada Jumat (19/12).
Untuk RZ, DF, dan MS, ketiganya sebelumnya telah terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selanjutnya, KPK menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada Kejaksaan Agung.
Kejagung menyatakan telah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) terkait perkara yang sama terhadap RV dan HMK sebelum penyerahan dari KPK.
Dasar Hukum dan Barang Bukti
Anang menyebutkan kelima pelaku disangkakan dengan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor yang mengatur tentang tindak pidana pemerasan. Selain menangkap para pelaku, penyidik juga telah menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 941 juta.
“Di mana dalam menangani perkara yang sebut jaksa tidak profesional dan melakukan transaksi dan melakukan pemerasan,” ucap dia.
Anang memaparkan bahwa pengungkapan kasus ini berawal saat Tim Intelijen Kejagung memperoleh informasi mengenai adanya aksi pemerasan yang dilakukan oleh tiga jaksa di Banten terhadap warga negara Korea Selatan tersebut terkait kasus pencurian data.
Ketiga jaksa tersebut diduga meminta sejumlah uang dan mengancam akan memberikan hukuman yang berat terhadap warga negara Korea Selatan itu. Besaran nominal uang yang diterima oleh masing-masing tersangka masih dalam proses pendalaman lebih lanjut.
Proses Persidangan Terdakwa
“Dalam penanganan perkara ini tidak dilakukan secara profesional. Bahkan terindikasi adanya transaksi meminta sejumlah uang terhadap para pihak,” ujar dia.
Berdasarkan informasi dari situs Pengadilan Negeri Tangerang, persidangan warga negara Korea Selatan tersebut telah berlangsung sejak Maret 2025. Pada 22 Desember 2025, dijadwalkan akan dilaksanakan pembelaan dari terdakwa.
Pembacaan tuntutan jaksa dalam sidang tersebut sempat mengalami penundaan sebanyak enam kali. Menurut keterangan dari situs PN Tangerang, disebutkan bahwa tuntutan belum siap untuk dibacakan.
Dalam sidang yang digelar pada 9 Desember 2025, warga negara Korea Selatan itu dituntut hukuman penjara selama 1 tahun. Jaksa menjerat terdakwa dengan Pasal 32 Ayat (1) Jo Pasal 48 Ayat (1) UU ITE. Ancaman hukuman maksimal dalam pasal tersebut mencapai 8 tahun penjara.
“Kita perhatikan ternyata cukup lama kan [sidangnya]. Hampir satu tahun,” ucap Anang.
Komitmen Kejagung
Lebih lanjut, Anang mengaku prihatin atas keterlibatan tiga jaksa dalam tindakan pemerasan ini. Diharapkan ke depan peristiwa serupa tidak terulang kembali. Dia menegaskan bahwa siapa pun jaksa yang terbukti melakukan tindak pidana akan dikenai sanksi tanpa pandang bulu.
“Ini momentum untuk perbaikan ke depan dan menjadi contoh bagi yang lain, untuk jangan macam-macam karena kita tidak akan melindungi dan kita akan memproses terhadap perbuatan-perbuatan tercela,” kata dia.
Saat ini, kelima tersangka dalam kasus dugaan pemerasan tersebut telah ditahan setelah ditetapkan statusnya sebagai tersangka.
“Tadi malam sudah periksa, sudah ditahan yang bersangkutan, ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Lima-limanya,” pungkas Anang.
Kelima tersangka tersebut belum memberikan pernyataan atau komentar terkait kasus yang menjerat mereka.