Posted in

Ahli Desak Pengelolaan Sopir Bus dan Truk Disamakan dengan Industri Aviasi

Kecelakaan yang melibatkan kendaraan besar seperti bus dan truk tetap menjadi ancaman serius di berbagai ruas jalan di Indonesia. Menurut Jusri Pulubuhu, Instruktur Keselamatan Berkendara sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), perusahaan perlu memberikan perhatian lebih kepada para pengemudi.

“Bagi perusahaan angkutan barang maupun penumpang, mereka seharusnya tidak hanya merekrut pengemudi berdasarkan pengalaman dan skill aja, tapi perlu me-manage para pengemudi tersebut,” ujar Jusri.

Perlunya Kebijakan Mengemudi yang Aman

Jusri menekankan bahwa perusahaan angkutan sebaiknya menerapkan kebijakan mengemudi yang aman, termasuk program pelatihan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Pelatihan Safety Driving Sopir Bus Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Pelatihan Safety Driving Sopir Bus Foto: Nugroho Sejati/kumparan

Langkah tersebut penting untuk menjamin keselamatan pengemudi, penumpang, dan pengguna jalan lainnya. Dengan demikian, risiko dan kelalaian dalam berkendara dapat diminimalisir. Menurut Jusri, penting untuk menerapkan sistem manajemen yang serupa dengan industri penerbangan.

“Harusnya penanganan, pengoperasian, perizinan, dan persyaratan pengoperasian PO (perusahaan otobus) itu sama dengan pengoperasian industri aviasi, yaitu ada re-sertifikasi (secara berkala),” jelasnya.

Pengaturan Jam Kerja dan Istirahat

Pengaturan jam kerja dan waktu istirahat pengemudi sebaiknya diatur dalam manajemen perjalanan. Hal ini mencakup pengemudi yang bertugas di malam hari maupun saat peralihan shift dari siang ke malam.

Polisi memberhentikan bus dari arah Jawa Tengah menuju Jakarta saat razia penyekatan massa di jalur Pantura, Maribaya, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (19/5/2019) malam. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Polisi memberhentikan bus dari arah Jawa Tengah menuju Jakarta saat razia penyekatan massa di jalur Pantura, Maribaya, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (19/5/2019) malam. Foto: ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

“Untuk para pengemudi yang mendapatkan jam kerja malam, mereka harus diatur jam kerja dan istirahatnya. Memastikan mereka tidur di siang hari sebelum perjalanan,” sambungnya.

“Kemudian saat fase idle atau peralihan dari kerja siang hari ke malam hari, perlu ada satu hari kosong di antara itu untuk menyiapkan diri, termasuk istirahat sebelum berganti jam kerja,” kata Jusri.

Sistem Monitoring Waktu Istirahat

Penekanan Jusri melampaui sekadar manajemen perjalanan. Ia mengharapkan adanya penerapan sistem monitoring waktu istirahat dan kerja pengemudi, baik dari perusahaan maupun pemangku kebijakan.

“Jadi ada satu sistem yang bisa memonitor waktu istirahat pengemudi, baik pra-perjalanan maupun saat perjalanan. Ini sudah berlaku di Amerika, supaya tidak ada pengemudi yang sudah fatigue (kelelahan) maupun memiliki masalah mental,” ungkapnya.

Truk yang kelebihan muatan atau over dimension over load (Odol) melintas di jalan tol. Foto: Dok. Joko Setiowarno
Truk yang kelebihan muatan atau over dimension over load (Odol) melintas di jalan tol. Foto: Dok. Joko Setiowarno

Oleh karena itu, Jusri mengharapkan para pemegang kebijakan dan instansi terkait dapat memperketat aturan terkait kendaraan angkutan. Hal ini mencakup manajemen perjalanan angkutan penumpang hingga penyelesaian masalah truk Over Dimension and Over Load (ODOL).

Apabila seluruh aspek tersebut dapat dikontrol dengan baik, jalanan akan menjadi ruang mobilitas yang lebih aman, sekaligus memaksimalkan aktivitas distribusi logistik dan transportasi massal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *