Posted in

Daerah Berpotensi Cuaca Ekstrem pada Januari 2026: Jabar, Jateng, hingga Bali

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengidentifikasi sejumlah wilayah di Indonesia yang berpeluang menghadapi cuaca ekstrem pada Januari 2026, terutama terkait curah hujan dengan intensitas menengah hingga sangat tinggi. Kondisi ini diprediksi terjadi seiring masih berlangsungnya fenomena La Nina lemah di awal tahun.

Wilayah dengan Potensi Hujan Sangat Tinggi

“Kalau kita lihat dari bulan ke bulan. Itu untuk Januari 2026 umumnya kita memprediksikan kategori menengah hingga tinggi. Curah hujan sangat tinggi berpeluang terjadi di wilayah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan juga Sulawesi Selatan,” kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan di Kantor BMKG, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (23/12).

Menurut Ardhasena, situasi tersebut dipengaruhi oleh dinamika laut dan atmosfer global yang masih mendukung peningkatan curah hujan di wilayah Indonesia pada awal 2026.

Pengaruh Fenomena La Nina

“Pada periode Januari-Februari-Maret, prediksinya adalah La Nina masih berlangsung pada kondisi La Nina lemah,” ujarnya.

Fenomena La Nina lemah tersebut diperkirakan akan berakhir pada akhir kuartal pertama 2026, sebelum kondisi iklim global beralih menuju fase netral.

“Baik El Nino maupun La Nina itu selalu berakhir pada akhir kuartal pertama di tahun yang berjalan, sehingga untuk tahun 2026 kita juga mengekspektasikan bahwa episode La Nina lemah yang saat ini berlangsung itu akan selesai di sekitar akhir kuartal pertama tahun 2026,” kata Ardhasena.

Antisipasi Bencana Hidrometeorologi

BMKG menegaskan meskipun secara umum iklim 2026 diprediksi berada pada kategori normal, potensi bencana hidrometeorologi tetap perlu diantisipasi, terutama pada puncak musim hujan seperti Januari.

“Walaupun nanti tahun 2026 secara umum sifat dari iklim adalah normal, normal itu artinya dibandingkan dengan periode bulannya masing-masing. Jadi khususnya misalkan bulan Januari, Februari, Maret di mana kita mengalami musim hujan, di situ normalnya adalah hujannya itu banyak,” ujarnya.

Menurut Ardhasena, risiko bencana tidak hanya ditentukan oleh besarnya curah hujan, tetapi juga tingkat kerentanan wilayah.

“Jadi jika kondisi tersebut bertemu dengan kerentanan yang tinggi, dengan land use yang barangkali kurang baik, maka kita tetap perlu antisipasi dampak dari fenomena hidrometeorologi ekstrem tersebut yang bisa berdampak lebih lanjut pada bencana misalkan seperti longsor, banjir, dan lain sebagainya,” kata dia.

Kesiapsiagaan Masyarakat dan Pemerintah

Ia menambahkan, pada awal 2026 masyarakat dan pemerintah daerah perlu meningkatkan kesiapsiagaan, terutama di wilayah yang diprediksi mengalami hujan sangat lebat, guna meminimalkan dampak banjir dan longsor.

“Sedangkan untuk respons dan perencanaan jangka pendek, masyarakat, stakeholder, dan pihak terkait kami fasilitasi juga dapat merujuk pada prediksi curah hujan dasarian dan juga curah hujan bulanan yang diperbarui setiap 10 hari dan setiap bulan,” tandasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *