Tahun 2014 menyaksikan gelombang protes rakyat yang mengubah lanskap politik Ukraina melalui gerakan Euromaidan. Awalnya berupa demonstrasi damai menentang keputusan Presiden Viktor Yanukovych yang membatalkan penandatanganan Perjanjian Asosiasi dengan Uni Eropa, langkah yang diharapkan dapat memperkuat integrasi Ukraina dengan Eropa. Eskalasi kekerasan dan tindakan represif dari pemerintah mengubah gerakan ini dari aspirasi publik menjadi revolusi yang menentukan arah negara.
Pertanyaan mendasar muncul: apakah Euromaidan merupakan gerakan rakyat yang mendorong integrasi Ukraina dengan Barat, atau upaya menggulingkan pemerintahan sah dengan alasan kemajuan nasional. Pendukung perjanjian dengan Uni Eropa menginginkan kemandirian politik dari campur tangan Rusia, mengingat Yanukovych dianggap berpihak pada Moskow sehingga menolak kesepakatan dengan Barat.
Dua Narasi yang Bertolak Belakang
Analis politik Barat memandang Euromaidan sebagai revolusi rakyat melawan pemerintahan korup dan represif yang tega menggunakan kekerasan terhadap warganya sendiri. Tindakan Yanukovych yang menahan pemimpin oposisi Yulia Tymoshenko dengan tuduhan kriminal dianggap sebagai bukti represi, sehingga memberikan legitimasi bagi penggulingannya.
Sebaliknya, Kremlin dan pendukungnya menyebut Euromaidan sebagai kudeta yang direkayasa kelompok sayap kanan Ukraina dengan dukungan Barat. Mereka berargumen bahwa pemimpin terpilih secara demokratis seperti Yanukovych tidak seharusnya digulingkan dengan alasan penyalahgunaan kekuasaan, mengingat legitimasi elektoralnya dari kemenangan Pilpres 2010.
Membedah Definisi Kudeta
Untuk menilai status Euromaidan, perlu dipahami definisi kudeta. Ilmuwan politik Samuel Huntington mendefinisikan kudeta sebagai upaya ilegal oleh aktor politik untuk menggulingkan kekuasaan sah dengan menguasai aparat keamanan seperti militer dan polisi.
Berdasarkan definisi tersebut, kudeta melibatkan pejabat negara dan kekuatan militer dalam perebutan kekuasaan secara paksa. Dalam Euromaidan, tidak ada pejabat pemerintah atau militer yang bergabung atau mendukung gerakan tersebut. Justru pemerintahan Yanukovych menggunakan aparat keamanan untuk menekan protes.
Pihak yang menyebut Euromaidan sebagai kudeta berargumen bahwa demonstran menggunakan kekerasan dan dipengaruhi kelompok sayap kanan. Namun, pendapat ini ditolak dengan alasan jumlah peserta awalnya terbatas dan dapat dibubarkan dengan pendekatan berbeda. Eskalasi kekerasan aparat keamanan justru memicu peningkatan partisipasi massa.
Perdebatan tentang legitimasi Euromaidan dan penggulingan Yanukovych terus berlanjut dengan berbagai kontroversi. Pendukung pandangan revolusi mempertahankan argumen mereka, sebagaimana pihak yang menganggapnya sebagai kudeta berbasis kebencian dan kekerasan.
Dampak Jangka Panjang
Terlepas dari klasifikasinya, Euromaidan menjadi titik balik politik tidak hanya bagi Ukraina tetapi juga Eropa. Pelarian Yanukovych ke Rusia diikuti aneksasi Krimea dan dukungan Moskow terhadap separatis. Situasi memuncak dengan invasi Rusia ke Ukraina tahun 2022, menciptakan tragedi kemanusiaan terbesar di Eropa pasca Perang Dunia II.