Posted in

Garuda Rescue Nusantara Tingkatkan Keamanan Jurnalis Palembang dalam Situasi Bencana

Keamanan para jurnalis saat melaksanakan peliputan dalam situasi bencana dan krisis menjadi pokok bahasan utama dalam Workshop Media Safety, Emergency, and Crisis Reporting yang diselenggarakan di Harper Hotel Palembang, Selasa (23/12/2025).

Acara ini digagas oleh Garuda Rescue Nusantara (GRN), sebuah pusat pelatihan tanggap darurat yang dimiliki dan dikembangkan oleh PT Putra Perkasa Abadi (PPA) di Balikpapan, Kalimantan Timur. Workshop tersebut melibatkan jurnalis dari berbagai media serta menghadirkan narasumber dari praktisi keamanan, Basarnas, dan tim respons darurat.

Pentingnya Kesiapan Sumber Daya Manusia

Ketua Pelaksana Workshop Media Safety, Muhajir Rodli, menekankan bahwa ketahanan bangsa dalam menghadapi bencana sangat bergantung pada kesiapan sumber daya manusia yang terlatih, teruji, serta mampu bekerja dengan cepat dan terkoordinasi.

“Keselamatan adalah nilai universal yang harus dikembangkan lintas sektor dan lintas profesi, termasuk bagi jurnalis yang berada di garis depan saat bencana,” ujar Muhajir.

Ia menerangkan bahwa Tim Emergency Response Garuda Rescue Nusantara di bawah komando ESDM Siaga Bencana telah terlibat langsung dalam berbagai misi kemanusiaan, mulai dari gempa Palu dan NTB, erupsi Gunung Semeru, hingga banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatera. Tim GRN juga disiagakan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Peran dan Fungsi Basarnas

Dalam workshop tersebut, Kepala Seksi Operasi dan Siaga Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Palembang, Mancara Wanto, memaparkan peran dan fungsi Basarnas dalam penanggulangan bencana serta pentingnya sinergi dengan media.

Mancara menjelaskan bahwa Basarnas merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, dengan tugas utama di bidang pencarian dan pertolongan, khususnya pada fase tanggap darurat bencana.

“Basarnas bekerja 24 jam dan melayani wilayah Sumsel yang mencakup 17 kabupaten dan kota. Kami didukung pos SAR serta jejaring potensi SAR dari pemerintah, swasta, hingga relawan,” jelasnya.

Ia menegaskan, dalam sistem penanggulangan bencana nasional, Basarnas berada pada klaster pencarian dan pertolongan dengan fokus utama penyelamatan jiwa, evakuasi, dan pencarian korban.

“Masih sering terjadi kesalahpahaman terkait tugas Basarnas. Pada fase tanggap darurat, prioritas utama kami adalah penyelamatan jiwa,” ujarnya.

Mancara juga mengingatkan bahwa jurnalis kerap tiba lebih awal di lokasi bencana, bahkan sebelum tim SAR lengkap berada di lapangan. Karena itu, aspek keselamatan jurnalis menjadi hal yang sangat krusial.

“Media dan Basarnas itu 11–12, saling melengkapi. Media membantu menyampaikan informasi yang benar, sementara jurnalis juga perlu memahami batasan dan prosedur keselamatan di lapangan,” katanya.

Etika dan Mitigasi dalam Peliputan Bencana

Sementara itu, jurnalis dan praktisi liputan bencana, Berto, menegaskan bahwa tidak ada berita yang sebanding dengan nyawa. Ia menekankan pentingnya mitigasi sebelum peliputan, mulai dari kelengkapan alat keselamatan, pemahaman medan, hingga koordinasi dengan petugas di lapangan.

“Banyak kecelakaan jurnalis justru terjadi karena kurang persiapan. Mitigasi sejak awal adalah kunci,” ujar Berto.

Ia juga menyoroti etika jurnalistik dalam meliput bencana, termasuk larangan memaksa wawancara korban, penggunaan visual yang tidak pantas, serta pentingnya empati terhadap korban yang berada dalam kondisi rentan secara fisik dan psikologis.

Pelatihan Praktik Keselamatan

Dalam sesi praktik keselamatan, Captain Hendrik, anggota Emergency Response Team (ERT) Garuda Rescue Nusantara, memberikan pemaparan materi penanganan rescue, mulai dari evakuasi korban hingga penanganan kondisi darurat seperti korban tersedak (choking).

Captain Hendrik menekankan pentingnya pemahaman dasar pertolongan pertama sebagai langkah awal penyelamatan sebelum korban mendapatkan penanganan medis lanjutan.

“Penanganan awal sangat menentukan keselamatan korban. Prinsip utamanya adalah memastikan lokasi aman, melakukan penilaian cepat kondisi korban, dan memprioritaskan tindakan yang mengancam nyawa,” kata Captain Hendrik.

Ia menjelaskan, pada korban tidak sadar, petugas harus segera memeriksa respons dan pernapasan. Jika korban tidak bernapas, tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP/CPR) harus segera dilakukan sesuai standar keselamatan, termasuk penggunaan AED bila tersedia.

Sementara untuk korban tersedak, Captain Hendrik memaparkan teknik penanganan sesuai kondisi korban. Pada korban yang masih sadar, penolong dapat melakukan lima kali tepukan punggung yang dikombinasikan dengan lima kali dorongan perut (Heimlich maneuver).

“Jika korban sudah tidak sadar akibat tersedak, penanganannya beralih ke CPR sambil memastikan jalan napas tetap terbuka,” jelasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *