Posted in

Hotel di Surabaya Beri Ruang Anak-anak Disabilitas Pamer Karya Fotografi

Ada momen ketika dunia terasa lebih jujur, yaitu ketika karya berbicara lantang tanpa perlu suara, ketika warna menyampaikan makna yang tak terucapkan, dan ketika cahaya pada sebuah foto bisa membuat seseorang merasa terlihat.

Berdasarkan keyakinan tersebut, Dafam Pacific Caesar Surabaya bekerja sama dengan Disabilitas Berkarya, UPTD Kampung Anak Negeri, dan Melihat Bersama; serta Matanesia sebagai kurator foto, menyelenggarakan sebuah panggung yang menggabungkan fotografi, musik, dan seni rupa menjadi ruang perayaan talenta yang diberi judul “Melihat Bersama #SetaraBerkarya.”

Ruang Ekspresi Tanpa Batasan

Ini bukan sekadar program atau agenda hotel biasa, melainkan ruang yang diciptakan dengan tujuan memberikan kesempatan agar anak-anak disabilitas dapat menunjukkan kemampuan, keberanian, dan imajinasi mereka tanpa hambatan apa pun.

Sepanjang rangkaian acara, 18 peserta disabilitas dari berbagai daerah di Jawa Timur menampilkan karya fotografi yang mereka buat sendiri. Ada yang masih sangat muda, ada yang menginjak dewasa, namun semua hadir dengan satu kesamaan yakni mereka memotret dunia dari sudut pandang yang unik.

Ada foto yang ceria, ada yang sunyi, ada yang penuh warna, ada yang sederhana, namun semuanya memancarkan keaslian. Setiap jepretan adalah kisah tentang keberanian mengambil peran, bahwa mereka tak hanya ingin dilihat, tapi juga ingin dilihat sebagaimana adanya.

Pernyataan Kreativitas Tanpa Syarat

“Ketika melihat karya-karya ini, kami seperti diajak untuk memahami ulang arti kata ‘berdaya’. Anak-anak ini berkarya bukan untuk pembuktian, tetapi untuk menyampaikan bahwa kreativitas adalah hak setiap manusia. Kami tidak ingin mereka hanya tampil, namun kami ingin mereka benar-benar hadir,” ujar General Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya, Hogi Budiarto, Jumat (19/12).

“Kami ingin lebih dari sekadar menggelar acara—kami ingin membuka ruang. Ruang bagi anak-anak ini untuk hadir, dilihat, dan dihargai. Karya mereka bukan hanya foto; itu adalah pernyataan bahwa kreativitas tidak pernah mengenal syarat apa pun,” tambah Edy Santoso, Sales & Marketing Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya.

Harmoni dalam Keterbatasan

Acara dibuka dengan sangat menyentuh ketika Krisna, Willy dan Rafly, tiga musisi tuna netra, mengisi ruangan dengan suara dan melodi yang hangat. Musik yang mereka mainkan tidak hanya memeriahkan acara, tetapi seakan membuka ruang perenungan. Bahwa meskipun mata tak melihat, mereka mampu membuat orang lain merasakan.

Setiap lagu menjadi pengingat bahwa keterbatasan fisik bukanlah hambatan untuk menciptakan harmoni, baik dalam musik maupun dalam hidup.

Di sisi lain, dua seniman tuna rungu-wicara, Kiking dan Pina, mempersembahkan live painting yang menyita perhatian. Gerakan tangan mereka lembut namun pasti, seolah setiap goresan kuas adalah bahasa tersendiri.

Tidak ada kata yang diucapkan, namun ada banyak yang tersampaikan. Penonton tidak hanya melihat lukisan, mereka melihat proses, energi, dan dedikasi yang mengalir dalam setiap warna.

Suara yang Menginspirasi

Salah satu momen paling mengharukan terjadi saat perwakilan peserta bernama Sophie naik ke panggung untuk memberikan speech dalam Bahasa Inggris. Dengan kepercayaan diri dan penuh keberanian, ia membagikan pengalaman berkarya sebagai seorang anak dengan disabilitas—tentang tantangan, tentang mimpi, dan tentang betapa berharganya kesempatan untuk diakui.

Setelah itu, Sophie menyampaikan pesan yang memperkuat komitmen inklusivitas, bahwa kesempatan seperti ini harus terus diberikan, bahwa talenta harus selalu diberi tempat, dan bahwa dunia baru dapat benar-benar adil ketika setiap suara—baik yang lantang maupun yang pelan—mendapat ruang untuk didengarkan.

Pada kesempatan ini juga, ia menyerahkan sebuah hasil karyanya berupa potret ibunya sebagai wujud terima kasih dalam rangka Hari Ibu. Peran ibu tentunya juga tidak dapat dipisahkan dari berbagai talenta yang Sophie miliki saat ini.

Cerita dalam Keheningan

Salah satu momen paling menyentuh terjadi ketika Aqsa, seorang peserta lomba fotografi tuna rungu-wicara maju ke depan, berdiri di samping foto yang ia ambil sendiri. Dengan bahasa isyarat sebagai suaranya, ia mulai bercerita tentang bagaimana ia memotret bukan sekadar dengan mata, tetapi dengan perasaan yang jarang diungkapkan. Dalam gerakan tangannya yang tenang namun penuh makna, Aqsa membagikan pengalaman berkarya sebagai anak dengan disabilitas, tentang tantangan membaca dunia dalam keheningan, tentang mimpinya untuk dilihat bukan karena keterbatasan, namun karena karyanya, dan tentang betapa berharganya kesempatan untuk diakui setara.

Di akhir ceritanya, Aqsa menyampaikan pesan kuat yang menggema jauh melampaui panggung, bahwa ruang seperti ini harus terus ada, bahwa setiap talenta layak diberi tempat untuk bersinar, dan bahwa dunia baru benar-benar adil ketika bukan hanya suara, tetapi juga cerita, baik yang terdengar maupun yang hanya dapat dirasakan, serta mendapat ruang untuk dihargai.

Kolaborasi dengan Disabilitas Berkarya, UPTD Kampung Anak Negeri, dan Melihat Bersama menjadikan acara ini bukan hanya milik satu pihak, tetapi milik seluruh komunitas yang ingin mendorong inklusivitas dan kesetaraan.

“Setiap anak membawa dunia dalam dirinya. Tugas kita adalah memastikan dunia itu punya ruang untuk bertumbuh,” tutup Hogi Budiarto.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *