Bagi banyak kalangan, dunia olahraga sering kali dianggap sebagai representasi nilai-nilai kebajikan. Aktivitas ini tidak hanya sekadar gerakan fisik, tetapi juga mencakup aspek psikologis, sosial, hingga moral. Mulai dari atlet lokal hingga internasional, olahraga dibangun di atas prinsip kejujuran, kebersamaan, dan persahabatan.
Namun dalam kenyataannya, terutama di era modern ini, kemenangan kerap menjadi tujuan utama. Prestasi dan gelar dijadikan sebagai parameter keberhasilan. Olahraga kini tidak lagi dipandang sebagai perjuangan yang jujur dengan semangat fair play, melainkan hanya berfokus pada hasil akhir.
Contoh Sportivitas dalam Futsal
Di tengah tekanan kompetisi yang semakin keras, masih ada sosok atlet yang membuktikan bahwa sportivitas dan fair play tetap memiliki tempat penting. Salah satunya adalah pemain futsal Timnas Indonesia Syauqi Saud dalam ajang AFC U-20 Futsal Championship 2023.
Peristiwa tersebut terjadi saat Indonesia menghadapi Jepang di Saad Al Abdullah Hall, Kuwait. Timnas futsal Indonesia saat itu tertinggal dengan skor 2-1. Pada menit ke-35, tim merah putih mendapatkan peluang emas melalui serangan balik dengan situasi dua lawan satu. Namun, Syauqi Saud justru memilih mengeluarkan bola ke sisi luar lapangan. Keputusan ini diambil karena salah satu pemain Jepang terjatuh dan mengalami cedera. Padahal, momen tersebut sangat menguntungkan Timnas Indonesia dan bisa menyamakan kedudukan.
Tindakan yang dilakukan Syauqi Saud menunjukkan bahwa sportivitas lebih penting daripada mencetak gol. Syauqi memilih membantu lawan sebagai bentuk fair play dalam olahraga. Para pemain Jepang memberikan gestur terima kasih atas sikap sportif tersebut. Gerakan sederhana ini ternyata menyentuh hati banyak orang.
Reaksi Publik yang Beragam
Sayangnya, aksi fair play tersebut justru menuai banyak kritik dari sebagian netizen. Tidak sedikit yang menilai Syauqi Saud terlalu baik di saat situasi membutuhkan banyak gol. Ketika pemain Bintang Timur Surabaya tersebut memposting dirinya di media sosial, kolom komentarnya dipenuhi dengan kritikan pedas. Meski demikian, tidak sedikit pula yang memberikan dukungan dan pujian terhadap sikap tersebut.
Melalui wawancara yang diunggah oleh AFC, Syauqi menjelaskan alasannya melakukan hal tersebut. Ia menegaskan bahwa fair play merupakan nilai utama yang selalu diajarkan kepadanya sebagai atlet profesional. Pengamat futsal Coach Justin Laksana bahkan menyebut tindakan Syauqi sebagai hal yang cukup benar. Menurutnya kemenangan cukup penting, tetapi sportivitas harus menjadi yang utama.
Refleksi Makna Olahraga
Dari kisah tersebut, muncul pertanyaan yang perlu diajukan: “Apakah mengejar kemenangan membuat kita kehilangan makna olahraga itu sendiri?”. Pertanyaan ini terlihat sederhana namun membuka ruang refleksi tentang bagaimana olahraga dijalankan di era modern ini.
Ketika mengangkat piala dijadikan satu-satunya keberhasilan, maka nilai kebersamaan, kejujuran, dan empati sangat mungkin tersingkir. Johan Huizinga dalam Homo Ludens menyebut bahwa bermain merupakan aktivitas dasar manusia yang melampaui kepentingan utilitarian. Olahraga tidak hanya sekadar alat untuk mencapai sesuatu, tetapi perayaan eksistensi manusia.
Dalam kajian olahraga, terdapat nilai intrinsik dan ekstrinsik. Nilai intrinsik mencakup kesenangan, kesehatan, sportivitas, dan kebersamaan. Sementara nilai ekstrinsik terdiri dari kemenangan, penghargaan, dan pengakuan. Jika motivasi ekstrinsik terlalu dominan, maka nilai intrinsik akan terabaikan. Atlet muda sebenarnya membutuhkan dukungan untuk menyeimbangkan kedua jenis motivasi tersebut agar bisa menanamkan makna dalam olahraga.
Tantangan Komersialisasi Olahraga
Dalam setiap perkembangannya, olahraga semakin bersentuhan dengan kepentingan komersial. Kehadiran media dan sponsor membuat setiap pertandingan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Namun di sisi lain, hal ini berpengaruh pada profesionalisme dan kesejahteraan para atlet. Jika atlet salah menyikapi hal tersebut maka lama kelamaan akan menggeser fokus dari nilai-nilai olahraga. Tantangan untuk para atlet yaitu menjaga perkembangan ekonomi tidak menghilangkan olahraga.
Pada akhirnya, olahraga adalah refleksi kehidupan. Ia mengajarkan apa itu perjuangan, kekalahan, dan kemenangan. Mengejar kemenangan tidaklah salah selama tidak menghilangkan makna-makna yang ada di dalamnya. Keseimbangan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik menjadi hal utama. Kemenangan memang penting, tetapi makna sejati olahraga terletak pada proses, pembentukan karakter, dan pengalaman. Ketika atlet, penonton, dan pengelola mampu menjaga keseimbangan antara prestasi, kemanusiaan, dan profesionalisme. Maka, olahraga akan tetap menjadi sarana pembentukan karakter sekaligus mencerminkan kehidupan yang bermakna.