Segmentasi mobil entry level yang sebelumnya didominasi oleh Low Cost Green Car (LCGC) kini mulai mengalami pergeseran akibat kehadiran mobil listrik dengan harga terjangkau. Menurut pengamat otomotif sekaligus akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, fenomena ini dapat dikategorikan sebagai ‘structural shift’ atau perubahan struktur pasar.
“Penurunan penjualan LCGC sekitar 30 persen year-on-year (YoY) pada November 2025 dapat dibaca sebagai structural shift dalam segmentasi pasar otomotif entry level,” ungkap Yannes kepada media, Rabu (17/12/2025).
BEV Harga Terjangkau Tawarkan Nilai Lebih
Menurut analisis Yannes, kemunculan battery electric vehicle (BEV) dengan harga yang kompetitif memicu perubahan signifikan dalam segmen pasar. Produk baru ini menawarkan nilai lebih tinggi dalam rentang harga yang hampir sama dengan kendaraan LCGC.

Salah satu contoh konkret adalah BYD Atto 1 yang memasuki rentang harga mendekati LCGC, yaitu mulai dari Rp 199 juta on the road (OTR) Jakarta. Meskipun berbeda dalam sumber tenaga, banderol harga kedua jenis kendaraan ini memiliki irisan yang cukup signifikan.
“Ini sejalan dengan konsep substitusi antar-segmen ketika muncul produk dengan pendekatan baru yang membawa value proposition lebih kuat pada rentang harga yang beririsan,” jelas Yannes.
“Di sini, BEV terjangkau seperti BYD Atto 1 masuk tepat di range harga LCGC, tetapi mampu menawarkan total cost of ownership (TCO) lebih rendah,” tambahnya.
Fitur dan Teknologi Jadi Daya Tarik Utama
Selain biaya kepemilikan yang lebih rendah, mobil listrik baru yang bersaing di pasar LCGC juga menawarkan berbagai keunggulan lain. Fitur keselamatan yang lebih lengkap, sistem konektivitas yang lebih baik, serta desain eksterior dan interior yang futuristik menjadi nilai tambah yang signifikan.

Yannes mengidentifikasi beberapa faktor yang mendorong konsumen yang melek teknologi untuk mulai meninggalkan LCGC. Kelompok ini mencakup early adopters yang terbuka terhadap teknologi baru dan early majority yang tertarik setelah melihat pengalaman positif pengguna mobil listrik.
“Dari sisi diffusion of innovation, fenomena ini dapat dilihat sebagai situasi dimana LCGC mulai ditinggalkan oleh early adopters dan early majority dari middle class urban yang beralih ke BEV sebagai functional upgrade,” tegas Yannes.

Data Penjualan Mengkonfirmasi Tren Penurunan
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales (distribusi pabrik ke diler) pada November 2025 tercatat sebanyak 8.879 unit. Angka ini mengalami koreksi 30 persen secara year-on-year (YoY) dibanding bulan serupa 2024 yang mencapai 12.737 unit.
Secara kumulatif, periode Januari hingga November 2025 mencatat distribusi 112.151 unit mobil kategori LCGC dari pabrik ke diler. Jumlah ini turun sekitar 30,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 162.320 unit.
Penjualan ritel (dari diler ke konsumen) juga menunjukkan tren serupa. Pada November 2025 terjadi penurunan 22 persen dengan total 11.068 unit, turun dari 14.148 unit pada bulan yang sama tahun 2024. Namun secara bulanan, terjadi peningkatan 15,9 persen dari Oktober 2025 yang mencapai 9.547 unit.
Penurunan penjualan wholesales ini sejalan dengan produksi LCGC yang juga mengalami kontraksi. Pada November 2025, total LCGC yang diproduksi hanya mencapai 11.585 unit, lebih rendah 23 persen dibanding periode serupa tahun sebelumnya. Secara bulanan juga terjadi penurunan 9 persen dari 12.603 unit pada Oktober 2025.