Pernahkah Anda mengunjungi restoran atau warung tenda dan menyaksikan koki memasak sambil menciptakan kobaran api besar dari wajan? Sekilas, aksi tersebut tampak seperti pertunjukan, bukan? Namun, tindakan itu bukan sekadar atraksi semata, melainkan bagian dari teknik memasak yang disebut flambé.
Dalam dunia kuliner, flambé merupakan metode memasak dengan menambahkan alkohol ke dalam wajan panas, kemudian menyalakannya hingga muncul api.
Menurut Institute of Culinary Education, istilah flambé berasal dari bahasa Prancis yang berarti “dibakar dengan api”. Teknik ini sering digunakan untuk memperkuat aroma, rasa, sekaligus memberikan sentuhan dramatis dalam proses memasak.
Pertanyaan Hukum bagi Konsumen Muslim
Tidak heran jika flambé sering menarik perhatian pengunjung. Namun, di balik daya tariknya, ada satu hal penting yang kerap menjadi pertanyaan, terutama bagi konsumen muslim, yaitu penggunaan alkohol dalam proses memasaknya.
Lalu, bagaimana hukum memasak makanan dengan teknik flambé?
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol, Majelis Ulama Indonesia menjelaskan bahwa penggunaan alkohol atau etanol hasil industri non-khamr (baik dari sintesis kimia maupun fermentasi non-khamr) dalam produk makanan hukumnya mubah, selama secara medis tidak membahayakan.
Artinya, alkohol pada dasarnya boleh digunakan dalam produk makanan, dengan syarat sumbernya bukan berasal dari industri khamr. Di sinilah letak permasalahannya. Alkohol yang umum digunakan dalam teknik flambé, seperti angciu, rum, dan wiski, termasuk dalam kategori khamr yang haram dikonsumsi oleh umat Islam, meskipun digunakan dalam jumlah sedikit.
Pandangan Ulama tentang Khamr dalam Masakan
“Tidak melihat lagi penggunaannya seberapa. Mau banyak atau sedikit, mabuk atau tidak mabuk, tetap saja tidak halal. Karena khamr itu haram dan najis. Apalagi ada yang bilang, jika dipanaskan alkohol akan menguap. Tapi tetap saja tidak bisa karena zatnya sudah terkandung dalam masakan tersebut,” kata Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, dikutip dari laman LPPOM, Selasa (16/12).
Penjelasan serupa juga disampaikan oleh LPH KHT Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Meski dalam proses flambé sebagian alkohol memang terbakar, riset sederhana menunjukkan bahwa masih ada alkohol yang terserap dalam makanan. Bahkan, kandungan tersebut masih dapat terdeteksi oleh alat breath-analyzer sebagai kadar alkohol dalam tubuh. Artinya, teknik memasak flambé dengan bahan khamr tidak bisa dilepas dari hukum haram.
Ayat tentang khamr juga tertuang dalam surat Al-Maidah ayat 90, Allah Swt. berfirman:
Rasulullah saw. juga bersabda, “Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari.” (HR. At-Thabrani).