Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025 menunjukkan variasi capaian rata-rata antarmata pelajaran dalam skala nasional. Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen Toni Toharudin menyebut mata pelajaran Antropologi mencatat rerata nilai tertinggi, yakni sekitar 70,4.
“Kita lihat capaian rata-rata menunjukkan variasi antarmata pelajaran yang mencerminkan perbedaan karakteristik kompetensi, tingkat kesulitan, dan pilihan murid. Rerata tertinggi tercatat pada Antropologi dengan rata-rata sekitar 70,4,” ujar Toni dalam Taklimat Media TKA di Kantor Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Senin (22/12).
Subjek Lain dengan Nilai Tinggi
Selain Antropologi, mata pelajaran pilihan lain dengan capaian rata-rata tinggi adalah Geografi dengan rerata 70,3, Bahasa Indonesia Tingkat Lanjut sekitar 68, serta Bahasa Arab dan Sejarah yang berada di atas 64.
“Capaian ini menunjukkan penguasaan kompetensi yang relatif kuat pada mata pelajaran yang dimaksud,” ujar Toni.
Data TKA, menurut dia, merupakan potret capaian kompetensi nasional yang digunakan sebagai dasar refleksi dan perbaikan pembelajaran.
“Hasil TKA ini menjadi titik awal, bukan titik akhir. Temuan-temuan dalam TKA akan digunakan untuk memperkuat arah pembelajaran ke dalam, kemudian penyempurnaan kurikulum, dan peningkatan kualitas proses belajar mengajar serta guru,” kata Toni.
Menurut Toni, hasil TKA adalah cerminan bersama dalam menunjang kebutuhan riil pembelajaran di kelas, bukan semata-mata pengaturan peringkat.
“Penting kami tegaskan sejak awal bahwa hasil TKA ini bukan untuk me-ranking sekolah, apalagi membandingkan daerah secara sederhana,” ungkapnya.
Toni juga menuturkan, pihaknya mengadopsi pendekatan Item Response Theory (IRT) sebagai metode pengolahan nilai TKA.
“Dengan menggunakan model dua logistik parameter yang tidak hanya melihat jumlah yang benar, tetapi juga mempertimbangkan tingkat kesulitan dan daya beda setiap butir soal,” ujarnya.
“Penggunaan IRT ini dapat menunjukkan kemampuan murid secara lebih adil dan juga sangat informatif,” sambung dia.
Toni menjelaskan, penentuan kategori capaian TKA dilakukan melalui proses standard setting yang melibatkan guru dari berbagai daerah. Proses tersebut dilaksanakan secara transparan dan terstandar untuk memastikan keadilan penilaian bagi seluruh murid.
“Dengan pendekatan ini, murid dengan jumlah jawaban benar yang sama itu dapat memperoleh skor yang berbeda karena melihat tingkat kesulitan dan juga perbedaan setiap soal, sehingga hasilnya lebih adil dan informatif,” jelasnya.
“Skor ini kita transformasikan ke skala 0 sampai 100, dan nilai batas capaian TKA ini tidak ditentukan sepihak, tetapi menggunakan metode tertentu dengan melibatkan 125 guru dari berbagai provinsi dan dilakukan bertahap agar hasilnya bisa adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan,” imbuh dia.