Kemunculan sejumlah aplikasi mata elang atau ‘debt collector’ telah menciptakan kegaduhan di dunia maya. Aplikasi berbayar tersebut dapat diunduh dengan bebas melalui ponsel.
Aplikasi ini diduga mengandung data pribadi nasabah dari perusahaan jasa pembiayaan atau leasing yang mengalami tunggakan kredit kendaraan bermotor atau gagal bayar.
Potensi Penyalahgunaan Data
Aplikasi tersebut dikhawatirkan dapat dimanfaatkan oleh debt collector ilegal di lapangan untuk mencari nasabah dengan tunggakan kredit, kemudian melakukan perampasan kendaraan atau tindakan intimidasi. Situasi ini memicu keresahan di kalangan masyarakat.
Salah satu aplikasi yang beredar bernama ‘Gomatel-Data R4 Telat Bayar’. Operasional aplikasi ini ternyata berpusat di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
Kasat Reskrim Polres Gresik, AKP Arya Widjaya, menyatakan penetapan dua tersangka dilakukan setelah pihaknya mengamankan empat orang pada Rabu (17/12).
“Dari hasil penyidikan, telah ditetapkan dua orang tersangka atas nama FEP dan MJK,” ujar Arya kepada kumparan, Jumat (19/12).
Penyebaran Data Ilegal
Arya menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan, FEP dan MJK diduga telah memperjualbelikan data debitur melalui aplikasi tersebut. Polisi menemukan sebanyak 1,7 juta data debitur yang disebarluaskan tanpa izin.
Namun, Arya belum memberikan penjelasan detail mengenai peran kedua tersangka tersebut. Demikian pula status dan peran dua orang lain yang sempat diamankan.
Sebanyak 1,7 juta data pelanggan disebarkan secara ilegal melalui aplikasi mata elang ‘Gomatel-Data R4 Telat Bayar’.
“Total 1,7 juta (data) pelanggan yang disebarkan,” kata Kapolres Gresik AKBP Rovan Richard Mahenu kepada wartawan, Jumat (19/12).
Data tersebut dinilai berpotensi disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Kita takut, data ini bisa dipakai orang yang tidak bertanggung jawab, berpura-pura sebagai matel dan menarik semua kendaraan dari nasabah yang datanya ada di Gomatel itu,” tutur Rovan.
Sebanyak 1,7 juta data debitur tersebut disebarluaskan tanpa persetujuan pemilik data, termasuk data debitur dari luar Kabupaten Gresik.
Peran Kementerian Komunikasi dan Digital
Kementerian Komunikasi dan Digital melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Ruang Digital tengah memantau aplikasi maupun konten digital yang terindikasi melanggar ketentuan perundang-undangan.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menyatakan penanganan terhadap aplikasi yang diduga melanggar dapat dilakukan sesuai Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Alexander menerangkan, proses penindakan dilakukan melalui sejumlah tahapan, mulai dari pemeriksaan, analisis, hingga rekomendasi pemutusan akses atau penghapusan aplikasi.
Penindakan tersebut dilakukan berdasarkan surat resmi dari instansi pengawas sektor terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Saat ini, kami telah menindaklanjuti tujuh aplikasi yang diduga berkaitan dengan praktik mata elang dengan mengajukan permohonan penghapusan (delisting) kepada Google. Sementara itu, untuk aplikasi lain yang belum diturunkan, masih dilakukan proses verifikasi lanjutan oleh pihak platform,” ujarnya.
Ia menambahkan, langkah tersebut masih bersifat sementara. Komdigi, kata Alexander, masih terus melakukan pencarian terhadap aplikasi serupa yang berpotensi melanggar aturan.
Menurut Alexander, pihaknya juga terus memperkuat koordinasi dengan instansi pengawas sektor dan platform digital. Upaya ini dilakukan untuk memastikan ruang digital tetap aman dan melindungi masyarakat dari praktik penyal