Bandar Lampung – Tim redaksi sebuah media lokal berhasil meraih Penghargaan Anugerah Saidatul Fitriah 2025 yang diselenggarakan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung dalam agenda Catatan Akhir Tahun (Catahu) serta penganugerahan Saidatul Fitriah dan Kamaroeddin. Acara tersebut digelar di Djaya House Cafe & Resto pada Selasa, 24 Desember.
Penghargaan ini diberikan atas karya jurnalistik berjudul “Extrajudicial Killing, Luka Lama yang Terus Berulang di Lampung” yang telah melalui proses kurasi dewan juri. Karya tersebut dinilai memenuhi kriteria penilaian Anugerah Saidatul Fitriah 2025.
Liputan Investigatif tentang Pembunuhan di Luar Hukum
Tulisan tersebut memuat laporan mengenai praktik extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum oleh aparat penegak hukum yang terjadi secara berulang di wilayah Lampung.
Liputan disusun dengan pendekatan investigatif dan feature, menelusuri pola kekerasan aparat, pengulangan kasus, serta persoalan penanganan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Tim kurator Anugerah Saidatul Fitriah 2025 terdiri dari jurnalis senior AJI Bandar Lampung, Wakos Reza Gautama dan Sekar Sari Indah. Keduanya menilai karya tersebut unggul dari sisi ketelitian data, kedalaman liputan, serta keberanian editorial dalam mengangkat isu pelanggaran HAM.
Makna di Balik Nama Penghargaan
Anugerah Saidatul Fitriah diambil dari nama Saidatul Fitriah, pewarta foto Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Teknokra Universitas Lampung.
Saidatul Fitriah, yang akrab disapa Atul, gugur saat meliput demonstrasi mahasiswa di depan Kampus Universitas Bandar Lampung pada 28 September 1999.
Ia meninggal dunia akibat hantaman benda tumpul saat menjalankan tugas jurnalistik.
Anugerah Kamaroeddin Tidak Diberikan
Sementara itu, Anugerah Kamaroeddin 2025 diputuskan tidak diberikan.
Sekretaris AJI Bandar Lampung, Vina Oktavia mengatakan, pada tahun ini belum terdapat tokoh atau lembaga yang secara utuh memenuhi kriteria keteladanan, keberanian moral, konsistensi, serta dampak signifikan dalam memperjuangkan kemerdekaan pers, kebebasan berekspresi, dan demokrasi di Lampung.
“Keputusan ini diambil sebagai bentuk tanggung jawab moral agar Anugerah Kamaroeddin tetap memiliki bobot dan integritas,” kata Vina.
Tidak diberikannya Anugerah Kamaroeddin menjadi catatan atas kondisi ruang sipil, praktik kriminalisasi, serta perlindungan terhadap kebebasan pers di Lampung.
Penghargaan sebagai Upaya Merawat Nilai Jurnalisme
Ketua AJI Bandar Lampung Dian Wahyu Kusuma menegaskan, penghargaan jurnalistik bukan sekadar seremoni, melainkan upaya merawat nilai-nilai jurnalisme yang berani, independen, dan berpihak pada publik.
Sebagai informasi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) didirikan pada 7 Agustus 1994 di tengah situasi pembatasan kebebasan pers. AJI dibentuk sebagai organisasi jurnalis independen yang memperjuangkan kemerdekaan pers, profesionalisme, dan kepentingan publik.