Posted in

Rumah Hakiki Bukan Tempat Fisik: Mengenal Tempat Bernaung dalam Diri Sendiri

Dalam kehidupan yang terus bergerak tanpa jeda, saya pernah mengalami ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Seolah setiap langkah hanya ditujukan untuk menyelesaikan daftar kewajiban, bukan sebagai perjalanan yang mengandung arti mendalam.Namun, di balik hiruk-pikuk tersebut, terdapat satu perjalanan yang lebih mendasar: perjalanan pulang ke rumah hakiki, yang tidak berada di luar sana, melainkan bersemayam di dalam sanubari.

Keseharian sering kali menyerupai arus deras sungai: cepat, kuat, dan tidak memberikan kesempatan untuk berhenti, bahkan sejenak merasakan kedamaian. Saya pun terseret oleh derasnya arus tersebut, terus berlari tanpa henti, merasa khawatir untuk tertinggal.

Ilustrasi wanita berjalan di ruang publik. Foto: Shutter Stock

Akan tetapi, semakin cepat saya melangkah, semakin hampa perasaan di dalam hati. Kepuasan dari pencapaian pribadi jarang muncul karena keberhasilan orang lain sering kali dijadikan tolok ukur untuk menilai kesuksesan diri sendiri.

Sebuah pertanyaan sederhana muncul: “Siapakah saya tanpa beragam label itu?” Pertanyaan ini terus bergema, seperti suara yang tak pernah berhenti dalam pikiran. Dari situ, saya mulai belajar untuk menghentikan sejenak segala aktivitas.

Saya menuliskan catatan kecil, menikmati alunan musik yang menenangkan, atau sekadar menikmati aroma tanah yang basah setelah hujan. Saya belajar untuk tetap tenang, tidak gelisah, dan mengesampingkan semua skenario buruk. Dari aktivitas sederhana itu, saya menemukan ketenangan yang selama ini hilang. Saya menyadari bahwa nilai diri tidak ditentukan oleh pencapaian, tetapi oleh keberadaan diri itu sendiri.

 Ilustrasi makan saat hujan. Foto: Shutterstock

Pada suatu sore, hujan turun dengan lebat. Saya duduk di teras, memperhatikan air yang terus mengalir. Ada perasaan damai yang muncul, seolah hujan berkata, “Tak apa, setiap orang memiliki waktunya masing-masing.”

Dari momen sederhana itu, saya memahami bahwa hidup bukan hanya tentang berlari cepat, melainkan juga tentang berhenti, merasakan, dan menerima. Bahwa kegagalan bukanlah akhir, tetapi bagian dari perjalanan yang membentuk diri dan membuatnya lebih baik dari sebelumnya.

Perjalanan ini bukan hanya milik saya. Ini adalah tentang kita semua yang pernah merasa tersesat, lalu menyadari bahwa rumah hakiki bukanlah lokasi, melainkan hati yang mampu menerima diri sendiri.

Ilustrasi perempuan sedang beraktivitas dan tampak bahagia. Foto: nut_foto/Shutterstock

Ketika kita berani melihat ke dalam, kita akan menemukan sahabat terbaik: diri kita sendiri. Dari situlah kekuatan untuk melangkah kembali muncul, dengan lebih tenang, lebih tulus, dan lebih manusiawi.

Menulis refleksi ini membuat saya menyadari bahwa berbagi pengalaman pribadi bukanlah bentuk egoisme, melainkan undangan bagi orang lain untuk merenung juga. Hidup bukan tentang seberapa cepat kita mencapai tujuan, melainkan tentang seberapa dalam kita memahami setiap langkah yang kita lalui.

“Menemukan tempat bernaung dalam diri” adalah perjalanan yang tak akan pernah berakhir. Namun, setiap langkah dalam perjalanan itu memberikan arti, setiap jeda memberi ruang, dan setiap kesadaran memberikan cahaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *