Menjelang pergantian tahun 2025 ke 2026, sejumlah pejabat pemerintah pusat dan daerah mengimbau masyarakat untuk tidak mengadakan pesta kembang api dan perayaan yang berlebihan.
Hal tersebut disampaikan oleh Kapolri hingga beberapa pemerintah provinsi, seperti DKI Jakarta-Jawa Timur hingga Pemerintah Kota Denpasar untuk mengedepankan situasi yang tenang, penuh doa, serta empati terhadap bencana yang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia, khususnya Sumatera.
Kebijakan Daerah dan Pusat
Di Jakarta, Pemprov mengubah konsep perayaan Tahun Baru dengan tidak menggelar pesta kembang api besar dan menggantinya dengan doa bersama serta pertunjukan yang lebih sederhana, sementara di Bali dan Jawa Timur juga berlaku kebijakan serupa.
Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri tidak memberikan rekomendasi penggunaan kembang api dalam perayaan akhir tahun. Imbauan itu disampaikan di tengah kondisi kebatinan nasional usai bencana yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera.
Menurut Sigit, masyarakat diharapkan mengisi malam Natal dan pergantian tahun dengan kegiatan yang lebih banyak bermuatan doa bagi para korban bencana, daripada pesta kembang api.
Ia juga mengatakan bahwa pengawasan teknis terhadap kembang api menjadi kewenangan kepolisian daerah setempat, tetapi dari tingkat pusat tidak ada izin yang diberikan untuk pesta kembang api besar.
“Dan tentunya nanti di malam Natal dan puncak Tahun Baru, harapan kita tentunya kita imbau kepada masyarakat agar kegiatan-kegiatannya lebih banyak digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat doa untuk Sumatera, doa untuk negeri,” kata Sigit.
“Jadi kami tidak memberikan rekomendasi untuk penggunaan kembang api akhir tahun. Karena kita tahu situasi saat ini semuanya sedang menghadapi situasi yang kita harapkan kita merasakan suasana kebatinan yang sama, dan kita sama-sama mendoakan saudara-saudara kita yang sekarang terdampak bencana di Sumatera,” lanjutnya.
Kebijakan DKI Jakarta
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan pihaknya akan mengeluarkan surat edaran (SE) yang melarang penggunaan kembang api di seluruh kegiatan perayaan malam pergantian tahun di Jakarta. Larangan tersebut berlaku untuk acara resmi yang memerlukan perizinan, baik pemerintah maupun swasta.
Pramono menegaskan bahwa meskipun SE dikeluarkan, Pemprov DKI tidak bisa sepenuhnya melarang masyarakat secara individu menggunakan kembang api, sehingga pendekatan yang diutamakan tetap persuasif.
Larangan ini juga didasari rasa prihatin terhadap bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, sehingga suasana Tahun Baru diharapkan lebih penuh empati.
“Untuk wilayah seluruh Jakarta, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun swasta, kami meminta untuk tidak ada kembang api. Kami akan mengeluarkan surat edaran untuk hal tersebut,” lanjutnya.
Pramono juga menyatakan bahwa perayaan Tahun Baru di Jakarta tidak perlu diramaikan dengan kembang api dan harus dilakukan dengan konsep sederhana serta penuh empati terhadap korban bencana di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara.
Gubernur ingin konsep tersebut menggunakan media lain seperti drone dan menyediakan ruang khusus bagi masyarakat untuk berdoa dan kontemplasi, bukan pesta yang berlebihan.
Pemprov DKI nantinya akan menetapkan bentuk final konsep perayaan melalui rapat tim khusus, dengan prioritas meminimalkan kemewahan dan mendorong refleksi bersama.
“Tetapi saya juga tidak ingin semua orang kemudian enggak boleh bersyukur dengan cara yang lain,” tutur Pramono.
Perayaan di Bundaran HI
Pemprov DKI Jakarta menetapkan Bundaran HI sebagai titik utama perayaan Tahun Baru 2026, dengan agenda utama berupa doa bersama lintas agama sebagai bentuk empati terhadap musibah yang terjadi di berbagai wilayah.
Jumlah lokasi perayaan yang dikurangi dari 14 menjadi 8 dan Monas tidak dijadikan titik kerumunan menandakan perubahan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.
Selain doa bersama, akan ada pertunjukan video mapping berbasis drone sebagai pengganti pesta kembang api besar.
“Semua kegiatan Tahun Baru di Jakarta, termasuk yang diadakan di kantor-kantor wali kota, harus menyertakan doa bersama sebagai bentuk empati atas musibah yang terjadi,” lanjut Pramono.
Kebijakan Denpasar dan Jawa Timur
Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar memutuskan tidak menggelar konser musik dan pesta kembang api pada malam pergantian tahun 2025–2026, sebagai bentuk empati terhadap kondisi nasional yang sedang dilanda bencana.
Sebagai gantinya, Denpasar akan menggelar pementasan seni budaya di kawasan Catur Muka dan selatan Lapangan Puputan Badung dengan tema “Melepas Matahari”.
Kegiatan ini menampilkan pementasan seni dari berbagai sanggar dan menjadi bentuk perayaan yang lebih berfokus pada budaya lokal.
“Tidak seperti tahun lalu, kali ini tidak ada musik dan kembang api. Esensinya tetap pada pembinaan dan pelestarian seni budaya,” kata Kepala Bidang Kesenian Disbud Kota Denpasar I Wayan Arta.
Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) mengimbau kepala daerah di wilayahnya untuk tidak menggelar pesta rakyat besar saat perayaan Tahun Baru 2026 dan lebih memilih kegiatan yang berempati terhadap musibah yang menimpa saudara di Sumatera dan Aceh.
Pemprov Jatim hanya akan mengadakan selawat di Islamic Center Surabaya pada malam 30 Desember sebagai bentuk doa dan dukungan bagi para korban bencana.
Imbauan ini ditujukan agar kepala daerah setempat merayakan tahun baru secara sederhana dan bermakna, bukan pesta besar dengan kembang api.
“Tentu ini juga mengimbau kepada bupati, wali kota di dalam perayaan tahun baru ini tidak terlalu menunjukkan pesta rakyat tapi mungkin untuk bisa berempati dengan musibah yang ada di Sumatera dan Aceh,” Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur, Adhy Karyono.