Tiga mantan pejabat tinggi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) menjalani sidang pertama kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Sidang berlangsung pada Selasa (23/11) di Pengadilan Tipikor Semarang.
Terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, Senior Executive Vice President Bisnis BJB Beny Riswandi, serta Kepala Divisi Korporasi dan Komersial Dicky Syahbandinata.
Dakwaan Kerugian Negara Rp671,79 Miliar
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum Fajar Santoso menyatakan Yuddy melakukan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit kepada Sritex dengan bantuan dua terdakwa lainnya. “Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara atau daerah sebesar Rp671,79 miliar,” ujar jaksa.
Menurut jaksa, Yuddy awalnya memerintahkan Dicky untuk memproses permohonan kredit yang diajukan oleh Sritex. Sebelumnya, Yuddy telah melakukan pertemuan dengan direksi perusahaan tekstil tersebut.
Bersama dengan petinggi Sritex, ketiga terdakwa didakwa bersekongkol agar penambahan kredit senilai Rp350 miliar dapat disetujui. Padahal, seharusnya Sritex tidak memenuhi kriteria sebagai penerima fasilitas kredit tersebut.
Pelanggaran Prosedur Kredit
Selain itu, Yuddy yang menjabat sebagai Ketua Komite Kredit Bank BJB menyetujui penambahan kredit meskipun perhitungan kelayakan menggunakan data laporan keuangan yang telah direkayasa oleh pimpinan Sritex.
Yuddy juga menyetujui penambahan kredit suplesi kepada entitas afiliasi Sritex dengan nilai ratusan miliar rupiah menggunakan metode perhitungan defisit kas. Kendati demikian, berdasarkan analisis awal, debitur tidak memenuhi ketentuan yang berlaku. “Sritex tidak layak mendapatkan penambahan kredit,” jelas dia.
Jaksa juga mengungkapkan bahwa Yuddy mengarahkan agar suku bunga kredit Sritex diturunkan dari sekitar 9,58 persen menjadi 6 persen. Penurunan bunga tersebut bahkan diberlakukan secara surut sejak Maret 2021. “Penurunan suku bunga dilakukan walaupun persyaratan tidak terpenuhi,” ungkap jaksa.
Pasal yang Dijerat
Ketiga terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta juncto Pasal 55 KUHP.
Atas dakwaan ini, baik Yuddy maupun Beny menyatakan tidak mengajukan keberatan. “Kami sepakat tidak mengajukan eksepsi,” ujar kuasa hukum masing-masing terdakwa.
Namun, langkah berbeda diambil oleh terdakwa Dicky. Ia langsung membacakan nota keberatan di hadapan majelis hakim.
Pembelaan Dicky Syahbandinata
Kuasa hukum terdakwa Dicky, OC Kaligis menegaskan bahwa kliennya tidak memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan kredit. “Klien kami menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi sejak akhir 2017 dan tidak memiliki kewenangan memutuskan pemberian kredit,” imbuh Kaligis.
Ia menjelaskan bahwa proses pengajuan kredit PT Sritex telah melalui tahapan analisis dan verifikasi yang ketat oleh tim teknis dari berbagai divisi di Bank BJB. Analisis tersebut dituangkan dalam Memorandum Analisa Kredit (MAK) yang kemudian dibahas dalam rapat teknis dan ditingkatkan ke Komite Kredit untuk pengambilan keputusan.
“Seluruh proses kredit dikawal oleh berbagai divisi yang saling mengawasi, termasuk Divisi Kepatuhan dan Divisi Hukum, yang dalam setiap komite kredit menyatakan proses tersebut telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas dia.
Kaligis juga mengungkapkan bahwa Dicky sudah tidak lagi bekerja di Bank BJB sejak tahun 2023. Namun pada 21 Mei 2025, kliennya tiba-tiba dijemput oleh Kejaksaan Agung RI, ditetapkan sebagai tersangka, dan langsung ditahan.
“Klien kami ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas dugaan tindak pidana yang tidak pernah ia lakukan. Ini kriminalisasi, ini tebang pilih. Klien saya tidak pernah menerima apa pun, sementara ada pihak pihaknya yang harusnya bertanggung jawab tetapi justru malah bebas,” kata Kaligis.