Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto berencana menyusun Peraturan Pemerintah (PP) untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil.
Yusril menjelaskan pemerintah memilih PP alih‑alih mengubah Undang‑Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dalam mengatur penugasan anggota Polri di luar struktur kepolisian.
Menurutnya, PP diperlukan untuk menyelesaikan masalah hukum pasca‑putusan MK serta menanggapi polemik yang timbul akibat Perpol No 10 Tahun 2025.
PP sebagai Solusi Hukum Pasca‑MK
“Pemerintah saat ini fokus menuntaskan problem pascaputusan MK dan polemik terhadap Perpol Nomor 10 Tahun 2025 agar tidak melebar ke mana-mana. Penyusunan PP jelas akan lebih cepat dibanding menyusun UU. Karena itu, Presiden memilih pengaturan melalui PP,” ujar Yusril melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Senin (22/12).
Presiden, kata Yusril, telah menyetujui pengaturan penugasan anggota Polri di jabatan sipil melalui PP.
“Diharapkan paling lambat akhir Januari 2026, PP tersebut sudah dapat diselesaikan,” pungkas Yusril.

Yusril menambahkan bahwa Pasal 19 UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN secara tegas mengatur bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri, dengan ketentuan lebih lanjut harus diatur dalam PP, sehingga PP menjadi landasan hukum yang jelas dan konstitusional.
Ia juga mengingatkan bahwa Pasal 28 ayat (4) UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menyatakan anggota Polri dapat mengisi jabatan birokrasi sipil di luar kepolisian setelah pensiun atau mengundurkan diri.
Ruang Lingkup Penugasan dan Implementasi PP
Penjelasan pasca‑putusan MK menegaskan bahwa jabatan yang tidak boleh diisi adalah yang tidak memiliki kaitan dengan kepolisian.
Jika demikian, jabatan apa saja yang berhubungan dengan Polri? Menurut Yusril, hal ini akan diatur dalam PP.
“PP yang disusun ini dimaksudkan untuk melaksanakan Pasal 28 ayat (4) UU Polri, Putusan Mahkamah Konstitusi, sekaligus Pasal 19 UU ASN. PP tersebut nantinya akan menggantikan dan sekaligus menata ulang jabatan‑jabatan apa saja yang dapat diisi oleh anggota Kepolisian yang sebelumnya diatur dalam Perpol Nomor 10 Tahun 2025,” jelas Yusril.

Berkenaan dengan perbandingan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI yang sejak awal mengatur penugasan prajurit TNI di luar struktur militer melalui undang‑undang, Yusril menegaskan pilihan instrumen hukum PP merupakan kebijakan pembentuk undang‑undang.
“UU TNI memilih mengaturnya langsung dalam undang‑undang. Dengan PP juga tidak ada masalah. Meski Pasal 28 ayat (4) UU Polri tidak secara eksplisit memerintahkan pengaturan lebih lanjut melalui PP, namun berdasarkan Pasal 5 UUD 1945, Presiden berwenang menetapkan PP untuk menjalankan undang‑undang sebagaimana mestinya,” kata Yusril.

Yusril menambahkan bahwa keputusan revisi UU Polri akan bergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri yang dipimpin Prof. Jimly Asshiddiqie serta kebijakan Presiden setelah menerima rekomendasi komisi.
“Apakah ke depan UU Polri akan diubah atau tidak, itu tergantung pada hasil kerja Komisi Percepatan Reformasi Polri dan kebijakan Presiden setelah komisi menyelesaikan tugasnya,” kata Yusri.
Ia mengungkapkan proses perumusan PP telah dimulai dua hari lalu dengan melibatkan Kementerian PANRB, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kementerian Hukum di bawah koordinasi Kemenko Kumham Imipas.